Dream in a Dream

24.5K 2K 360
                                    

Ruangan itu gelap. Disekitarnya patahan kursi berserak, meja-meja digulingkan, botol-botol wiski pecah dan tumpah serta grafiti tua mewarnai dindingnya yang kusam.

"Menjijikkan ..." gumamnya. Menggerakkan tangannya disepanjang betisnya untuk memastikan bahwa pisau yang disembunyikannya masih ada di tempatnya. Ia kemudian mendengus ketika mendapati seseorang tengah duduk di sudut ruangan sembari menghisap puntung rokoknya dengan santai.

Ia menatap sengit lelaki itu sedang yang ditatap menerima pesan angkuh dari pemuda itu pun mematikan rokoknya dan menghembuskan asap nikotin sembari menghela nafas dengan seringai tipis, "Tidak perlu begitu tegang, nak. Aku tidak akan menyakitimu."

Pemuda itu balas menyeringai, "Tidak perlu sok akrab." Ujarnya datar. "Beri tahu aku siapa dirimu dan mengapa kau mengundangku untuk datang kesini?" Sambungnya.

Kemudian suara tawa yang begitu keras menggema dalam ruangan sempit tersebut, membuat pemuda yang sedari tadi hanya bersidekap dan bersandar diambang pintu itu mendenguskan hidungnya.

"Aku adalah seseorang yang tahu segalanya tentangmu dan keluargamu, nak. Sayangnya kamu tidak tahu apa-apa tentangku." Ucapnya setelah tawa itu reda.

Lelaki itu itu menyeringai dan menyusun dua kursi pada satu-satunya meja yang tersisa. Pemuda itu terdiam sejenak, matanya dengan cepat memindai ancaman apa pun yang mungkin saja akan dilakukan pria anonim dihadapannya.

"Namaku....adalah sesuatu yang harus kau cari sendiri. Anak berusia sembilan belas tahun harusnya senang dengan hal yang menantang seperti ini. Bukankah begitu?"

Kedua mata itu balas menatap si pemuda yang menatapnya datar tanpa ekspresi kemudian tersenyum miring, "Sayangnya, aku adalah anak sembilan belas tahun yang suka berbisnis daripada memakai kakiku untuk mengejar babi liar. Sekarang, mari kita mulai bisnis ini. Apa tidak ada hal yang lebih menarik dari tawaranmu di surat itu?" Kelakarnya  ringan sembari memasukan tangannya di kedua saku celana berjalan mendekati lelaki tersebut.

Pria itu tertawa kecil, dan menurut pemuda itu terdengar lebih menjengkelkan dari tawanya yang sebelumnya. "Tentu saja. Apakah kau ingin bermain permainan kecil denganku?"

"Permainan?"

"Ya, sebuah permainan. Russian Roulette, kau pernah mendengarnya?"

Bibir pemuda itu melengkung membentuk senyum di wajah tampannya yang tampak licik. Sepersekian detik kemudian wajahnya kembali datar dan mengeras.

"Aku pernah mendengarnya. Tapi mengapa aku harus buang-buang waktu memainkan hal konyol itu? Aku butuh informasi yang kau tawarkan dan kau butuh aku untuk melenyapkan beberapa hal. Apakah memainkan permainan ajal yang kekanakan untuk mendapatkan sesuatu merupakan bisnis yang adil?"

Summer, Mom and Watermelon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang