Dear Dream

26K 2.5K 1K
                                    

.
.
.
.

Dipenghujung senja Taeyong berbaring menyamping sembari termenung mengelusi perut buncitnya menghadap pada jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Seoul dari kamar inapnya, guna membunuh bosan yang melanda karena hampir seharian ini menghuni kamar VVIP bernuansa biru yang dipenuhi dengan beberapa ornamen penyambutan bayi yang disiapkan saudara serta sahabat-sahabatnya sendirian.

Besok adalah hari yang dipilihnya bersama Jaehyun sebagai hari kelahiran putra keduanya. Walau hatinya merasa resah menanti detik-detik menuju persalinan sebisa mungkin Taeyong mencoba tetap tenang selain untuk menguatkan dirinya sendiri ia juga memikirkan kondisi Jaehyun yang sering sekali ia dapati terbangun dimalam hari beberapa minggu belakangan.

Bukannya Taeyong tak tau jika lelaki itu diam-diam memiliki ketakutan yang sama, bahkan jika diukur kadarnya mungkin Jaehyun jauh lebih ketakutan daripada Taeyong sendiri. Tak dapat dipungkiri bayang-bayang kelahiran Mark masihlah sangat membekas dalam ingatan Jaehyun, namun lelaki itu selalu bersikap sok tegar hanya demi membuat Taeyong tak banyak fikiran dan merasa terbebani dengan kehamilannya.

Taeyong tau itu tapi ia hanya bisa diam dan kadang menangis sendiri melihat kegigihan sang suami melawan trauma dan ketakutannya demi buah hati yang ia nanti-nanti. Lelaki mungil itu hanya bisa berdoa supaya segala hal tentang bayinya selalu diberi kelancaran agar kepercayaan yang sudah diberikan Jaehyun padanya tak ia sia-siakan.

"Kau meninginkan sesuatu sebelum memulai puasamu?"

Sebuah suara diiringi kecupan dipelipis membuyarkan lamunan Taeyong, lengan Jaehyun yang entah sejak kapan berbaring dibelakangnya terjulur melingkari perut sedangkan dagu lancip sang suami disampirkan diatas bahu sempitnya.

Taeyong menggeleng lemah "Aku hanya ingin kau disini menemaniku" Ujanya, jemari Jaehyun yang behiaskan cincin pernikahan perak ia genggam kemudian dikecupi berkali-kali. Jaehyun terdiam lalu merunduk untuk menghirup aroma sang istri dari bahunya yang berbalut baju pasien berwarna biru.

"Aku akan selalu menemanimu sayang" Balas Jaehyun.

Taeyong tersenyum amat lembut sembari menatap matahari yang kian condong kebarat, tangan lentik berbalut selang infus itu bergerak untuk mengusap pipi sang suami yang menikmatinya sembari memejamkan mata.

"Senja selalu mengingatkanku padamu" gumamnya, Jaehyun lalu membuka matanya perlahan setelah mendengar kalimat sang istri.

"Bagian mananya?"

"Tangisanmu," si mungil menoleh dan mendapati Jaehyun menatap kosong kearah kaca jendela

"Ku mohon jangan pernah menangis lagi" sambung Taeyong dengan suara serak yang membuat Jaehyun langsung tertunduk dalam

"Aku hanya akan menangis didepanmu"

Pelukan Jaehyun pada perutnya melonggar ketika Taeyong berbalik untuk menatapnya. Jari terlunjuknya bergerak lurus perlahan dari kening, hidung hingga bibir kissable Jaehyun yang terbuka. Diusapnya bibir itu dengan ibu jarinya, matanya menatap lurus pada netra Jaehyun yang sendu. Dalam jarak sedekat ini Taeyong dapat merasakan hembusan nafas hangat Jaehyun yang penuh akan kegelisahan, matanya kemudian tertutup dan mendekatkan wajahnya secara perlahan pada bibir sang suami yang menyambut ciumannya.

Ciuman itu begitu lembut bagai alunan denting piano yang biasa Jaehyun mainkan ketika hujan, bibir keduannya menyatu saling perpangut penuh perasaan. Tangan Jaehyun meraih tengkuk Taeyong untuk memperdalam ciumannya, melumat bibir kecil itu dengan kasih sayang. Penyatuan bibir itu bagaikan tiang sandaran bagi keduanya yang sedang mencari penguatan dari segala kegelisahan satu sama lainnya.

"Tidurlah, besok kau akan bagun pagi-pagi sekali" Jaehyun berujar setelah ciuman keduanya terlepas, Taeyong masih terdiam menatap manik Jaehyun yang tak berani menatapnya karena menahan tangis.

Summer, Mom and Watermelon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang