17 ● PERASAAN KHAWATIR

21.1K 840 15
                                    

BAB 17 ● PERASAAN KHAWATIR

Roda takdir selalu bergulir, sebab waktulah yang memegang kendalinya.

Aku dan dia memang egois, tapi apa tidak boleh kami merasakan kebahagiaan walau hanya sebentar? Kami hanya manusia yang memiliki rasa satu sama lain yang ingin merasakan perasaan mencintai dan dicintai. Apakah kami salah?

Tidak, kan?

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti, tapi yang jelas aku hanya ingin menikmati waktu kebersamaanku dengannya. Maaf jika kami egois, namun inilah jalan yang sudah kami pilih….

Semenjak liburan di Puncak waktu itu hubungan mereka semakin membaik, mereka tidak pernah lagi bertengkar atau saling menyakiti hati masing-masing. Cinta pun mulai menerima perasaan Dhika terhadapnya, begitupun sebaliknya. Mereka sudah tidak pernah lagi memungkiri ataupun menepis perasaan masing-masing.

Tak terasa waktu pun cepat berlalu dan tanpa sadar hari kelulusan pun tiba. Hari ini adalah hari terakhir Cinta mengenakan seragam SMA. Tiga tahun sudah ia menghabiskan masa-masa putih abu-abunya, dan kini ia harus lebih serius lagi untuk menata masa depannya.

"Selamat atas kelulusannya," ucap Ranti pada Cinta.

"Terimakasih Bu…."

Cinta memeluk guru kesayangannya itu dengan berat hati, karena setelah ini ia akan jarang sekali bertemu dengannya. Selama ini Ranti selalu menjadi tempat Cinta bercerita, semua keluh kesah yang ia rasakan selalu didengar oleh wanita itu, bahkan banyak sekali saran dan masukan yang ia terima dari wanita paruh baya tersebut. Ranti sangat baik, dan Cinta sudah menganggapnya sebagai ibunya sendiri.

"Ibu akan sangat merindukan kamu setelah ini," ucap Ranti setelah Cinta melepaskan pelukannya.

"Cinta juga Bu, kapan-kapan Cinta boleh menemui Bu Ranti kan?"

"Tentu, Ibu akan sangat senang sekali."

Cinta tersenyum dan Ranti mengelus pipi gadis itu dengan sayang. "Jaga diri baik-baik, terus kejar cita-citamu. Jangan malas untuk belajar, dan satu hal lagi. Ibu akan selalu berdoa untuk kebaikan hubunganmu dengan Kakakmu itu, siapa namanya?"

"Kak Dhika, Bu…."

"Ahh … ya, Dhika."

"Cinta akan terus berusaha, agar suatu hari nanti Bu Ranti bisa bangga saat melihat Cinta jadi orang hebat."

"Ibu akan menunggu saat itu tiba."

"Cinta!" Seruan Risa membuat percakapan guru dan murid itu terhenti. Risa melambai-lambai seolah meminta Cinta untuk menemuinya.

"Sepertinya kamu sudah ditunggu temanmu," ucap Ranti yang juga melihat kearah Risa.

"Iya, Bu … hari ini Cinta harus pulang cepat, karena Oma akan datang."

"Nenekmu?"

"Iya, lebih tepatnya neneknya Kak Dhika," ucap Cinta dengan wajah masam.

"Kenapa kamu berkata seperti itu, dia juga nenekmu bukan?"

Cinta tersenyum masam. "Oma nggak pernah menganggap Cinta sebagai cucunya."

"Jangan seperti itu, tidak baik. Mau dianggap atau tidak, kamu harus tetap menghormati orang yang jauh lebih tua darimu ya," ujar Ranti.

"Iya Bu…," Cinta kembali tersenyum.

"Kalau begitu Cinta permisi ya Bu, terimakasih…."

Setelah bersalaman Cinta pun meninggalkan Ranti. Ranti menatap sedih punggung gadis itu, entah mengapa ia merasa tidak rela melepas gadis itu pergi, bahkan Cinta pun merasakan hal yang sama saat sekali lagi ia menoleh kebelakang menatap Ranti untuk terakhir kali.

I Love My Little SisterNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ