5 ● RANTAI YANG MEMBELENGGU CINTA

45.6K 2.1K 25
                                    

BAB 5 ● RANTAI YANG MEMBELENGGU CINTA

Ketika Cinta mulai menampakkan sosoknya serasa semua mata menjadi buta, telinga menjadi tuli, dan perasaan kehilangan kepekaannya.

Katakanlah jika kau memang cinta ....

Malam itu … malam di mana Dhika menyelinap tanpa permisi kekamar Cinta lalu menciumnya saat ia sedang terlelap, persis seperti kisah dongeng Sleeping Beauty. Kisah seorang Putri yang tengah terlelap karena sebuah kutukan dan hanya dengan sebuah ciuman dari seorang Pangeranlah ia dapat kembali terjaga.

Saat itu Cinta merasakan hal yang sama seperti putri Aurora, namun saat Putri Aurora terbangun Sang Pangeran masih ada di sampingnya, beda halnya dengan yang dialami Cinta, karena saat Cinta terbangun Sang Pangeran sudah tidak ada di sampingnya. Entah itu mimpi atau kenyataan, namun yang Cinta rasakan saat ini hanyalah kehampaan dan kesunyian di relung hatinya, hanya peluh dan angin malam yang kini menemaninya. Angin dingin yang menerpa masuk dari celah daun pintu jendela kamarnya yang terbuka itu membuat bulu kuduknya meremang.

"Apa yang kurasakan ini?" gumam Cinta saat terbangun dari lelap tidurnya. Cinta menatap jam dinding di kamarnya yang masih menunjukkan pukul tiga petang.

Cinta memegang kening dan bibirnya sambil mengusapnya perlahan, entah mengapa ia merasa kecupan itu seperti nyata. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata?" gumamnya.

Cinta beranjak turun dari ranjangnya dan beralih duduk di bangku meja rias sambil menatap wajahnya di cermin. Ia menyentuh cermin yang memantulkan gambar dirinya itu dengan jemarinya. "Kenapa jadi seperti ini? Ada apa denganku?" tanyanya pada bayangan dirinya di dalam cermin.

Lagi-lagi hembusan angin yang menerpa tubuhnya, membuat beberapa helai sulur rambutnya ikut tertiup. Ditatapnya pintu kaca beranda itu, ia melihat kelambu yang menutupi kaca itu berkibar ditiup angin malam.

"Malam ini angin begitu kencang," gumamnya sambil memeluk dirinya sendiri, dan tak lama ia pun melangkahkan kaki menuju pintu brandanya.

Cinta menggeser pintu kaca yang memang tidak pernah dikuncinya itu ke samping. Sebenarnya pintu kaca ini memang sengaja tidak pernah ia tutup, karena itu sudah menjadi kebiasaan yang selalu ia lakukan sejak kecil.

Kejadian kebakaran yang pernah dialaminya dulu membuat Cinta trauma akan pintu yang terkunci rapat. Cinta memang tidak begitu jelas mengingat kejadian itu karena waktu itu ia masih terlalu kecil, tapi yang ia tahu pasti semenjak kejadian itu Dhika selalu menyalahkan dirinya sendiri akibat peristiwa yang menimpanya.

Cinta menengadahkan kepalanya dan menatap langit. Malam ini bintang-bintang terlihat seperti sedang menari seolah ingin menghibur hatinya yang entah mengapa terasa begitu sesak, Cinta sempat melirik beranda sebelah. "Kak Dhika" tatapnya pilu.

Apa dia sudah tidur? tanya batinnya.

Terlihat Cinta menarik rantai yang melingkari lehernya, rantai itu cukup panjang sehingga ia bisa dapat memegang dan menatap koin yang menjadi mata kalungnya itu. "Cinta akan menemukan jalan," ucapnya sedih.

Pikirannya melayang pada kejadian tempo hari, saat di mana Dhika memberikan hadiah kalung bermata koin yang dirasa cukup unik dan cantik olehnya itu. Hatinya bahagia ketika mendengar kisah dari mata kalung yang Dhika ceritakan itu, dan terlebih ketika Cinta tahu bahwa kalung ini ada dua dan yang satu lagi dikenakan oleh Dhika. Masih teringat jelas saat Cinta melihat rantai yang melingkari leher Dhika waktu itu, mata kalung yang sama seperti yang ia kenakan, mata kalung itu menggantung indah di dada bidang Dhika sehingga membuat Cinta tak kuasa ingin menyentuhnya, dan ketika jemarinya tak sengaja menyentuh kulit Dhika saat menyentuh liontin itu, Cinta merasakan sesuatu yang berdesir yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Perasaan itu menjalar dari jemarinya menuju jantung hingga membuatnya jantungnya berdegup cukup kencang. Entah berapa lama ia terdiam di posisi seperti itu, yang ia tahu waktu serasa berhenti untuk sesaat. Hanya dengan membayangkannya saja saat ini jantungnya sudah berdegup cukup kencang.

Cinta sangat mengagumi kakak tirinya itu, sejak kecil Dhika-lah yang menjadi pelindungnya. Dhika yang selalu menjaganya bahkan Cinta pun sempat berpikir kalau ia mencintai Dhika, itulah pikiran kanak-kanaknya saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Cinta mengira perasaan itu hanyalah rasa kekagumannya saja, namun entah mengapa perasaan kagumnya itu lambat laun semakin meningkat apalagi setiap kali ia mendengar suara Dhika dan melihat senyuman yang mampu membuatnya terpesona.

Aku memang tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, tapi apakah ini yang disebut dengan jatuh cinta? batinnya penuh tanya.

Cinta masih ingat ketika Rio mengutarakan perasaannya dulu, jantungnya tidak berdegup kencang seperti saat sedang bersama Dhika. Rio memang baik, namun Cinta tidak bisa memungkiri bahwa ia menganggap Rio hanya sebatas sahabatnya saja, karena ia memang tidak mempunyai perasaan lebih terhadap pemuda itu. Cinta bersyukur karena Rio bisa mengerti akan hal itu dan bahkan sampai saat ini hubungan mereka itu baik-baik saja. Rio adalah sahabat terbaik yang pernah Cinta miliki dan Rio pun tahu semua yang dirasakan Cinta pada Dhika. Rio adalah orang yang selalu menghibur Cinta ketika gadis itu merasa semua ini tak adil baginya.

"Kenapa semua ini terlihat begitu sulit?" gumam Cinta sambil menggenggam erat mata kalungnya itu.

"Rasanya aku ingin menjerit, berteriak sekencang-kencangnya mengeluarkan semua beban yang ada di hatiku. Mengungkapkan pada dunia betapa aku sangat mencintainya, aku begitu mencintai kakak laki-lakiku! Kenapa status ini seperti merantaiku, memenjarakan semua perasaanku terhadapnya. Aku merasa semua ini nggak adil untukku! Ini semua benar-benar nggak adil!" Lanjutnya sambil terisak.

"Tuhan, salahkah jika aku mencintai kakakku sendiri? Salahkah jika aku memiliki cinta untuknya?" Cinta menatap langit bertabur bintang itu dengan mata berair.

"Kak, aku sangat mencintaimu. Bisakah kamu merasakan apa yang a
kurasakan selama ini? Dapatkah kamu pahami dan mengerti hatiku?" gumam gadis itu sambil menatap pintu kaca kamar pria yang sangat dicintainya.

"Aku nggak bisa mengungkapkan hal itu, meski hati ini ingin, karena status ini benar-benar membelengguku." Tak lama Cinta pun melangkahkan kakinya pergi meninggalkan beranda dengan tetes air mata yang masih setia menemaninya.

Kenapa cinta ini terasa sulit? Kenapa?

●●●●●

Copyright©

Sesuai janji aku update lagi, semoga suka. Ditunggu nextnya ya ;)

Yang suka Vote, yang baper Commenta. Yang gak suka, di suka-sukain aja lah yah :v

Okay, see u ;)

I Love My Little SisterWhere stories live. Discover now