03. Tangisan Hutan Neraka

108K 13.4K 27K
                                    

Menangis di tengah hutan yang gelapHutan yang membawa kebencianIkuti hilir air yang menaridan dengarkanlah nyanyian Sang DewiOh, PurnamaBawalah aku menuju lembah surga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menangis di tengah hutan yang gelap
Hutan yang membawa kebencian
Ikuti hilir air yang menari
dan dengarkanlah nyanyian Sang Dewi
Oh, Purnama
Bawalah aku menuju lembah surga


Selamat membaca



"Selamat atas kemenangan anda, Wangseja!"

Suara dentingan gelas beradu, diikuti suara tawa orang-orang yang memenuhi langit-langit ruangan dari kayu. Mereka semua meneguk arak bersama-sama, para pangeran dan orang-orangnya.

Seon Jae Hyun yang duduk di samping Wang Yeol, kemudian tersenyum, "izinkan saya menuangkannya untuk anda, Wangseja," ujarnya, lalu mengambil teko dari giok yang berisi arak. Menuangkan air itu sembari memegangi lengan bajunya yang besar dengan tangan kiri.

"Terima kasih, Tuan Seon," Wang Yeol tersenyum.

Hubungan para pangeran dengan orang-orang kerajaan terutama Jae Hyun, Je No, dan Guan Yu memang sedekat itu. Mereka selalu merayakan berita baik dengan minum bersama. Meski mungkin ada satu atau dua diantara mereka yang tidak akrab.

"Orabeoni, kau sudah menemui ibu?" Seorang perempuan yang mengenakan hanfu sutra berwarna merah angkat bicara, dan Wang Yeol yang tahu bahwa itu ditujukan untuknya pun, menoleh.

Adik kandungnya, Yeo Kyung. Putri Raja yang paling bungsu.

"Ah, yah... belum, kemarin aku dan Yang Mulia Raja membicarakan cukup banyak hal," Saudara tertua itu terlihat agak kebingungan.

"Jangan khawatir, saya sudah memberitahu Yang Mulia Ratu jika kami sedang merayakan kemenangan anda," Jae Hyun menyahut kemudian.

Wang Yeol menghela napas lega,"oh begitukah? Syukurlah."

"Hyung-nim!!"

Orang-orang yang duduk mengitari meja saat itu pun terkejut ketika mendengar sebuah bentakan. Mereka menoleh bersamaan ke sumber suara, ke ara pria berwajah rupawan yang mendengus sebal pada pria di sebelahnya.

Jin terkikik geli, seolah puas karena berhasil membuat adiknya kesal. "Kenapa? Aku tidak mencabut bulu merakmu kok."

"Kalau kau terus menarik-nariknya itu bisa putus! Apa kau tidak tahu betapa langkanya merak putih?!! Ini bahkan lebih mahal dari pedangmu!" Nada suara Han meninggi, sesekali dia membenarkan aksesori rambutnya yang terbuat dari beberapa helai bulu merak putih tersebut, menggantung dengan indah dari ujung kepala hingga sepanjang leher.

Wang Jin mendecih mendengarnya, "bisa-bisanya kau membandingkan aksesori rambut dengan pedang."

"Tapi itu memang benar! Coba saja kau cari aksesori seperti ini dimana pun, hyung-nim tidak akan menemukannya! Dan pedangmu itu? Huh, pasti banyak di pasar," Wang Han bersungut, lalu dia menggerakkan kipas sutra emas kesayangannya dengan pelan.

[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The PrologWhere stories live. Discover now