Unknown Stairway 25

833 143 19
                                    

Rinrin terlihat pucat. Kupastikan wajahku kurang lebih pasti sama - seperti baby potato terlalu banyak kena sinar matahari. Pias. Suram. Kami berpisah di ujung lorong.

"Semoga kita baik-baik aja," bisik Rinrin dengan suara tercekik.

Aku cuma bisa mengangguk dan segera masuk lift. Sepanjang hari itu aku mengerjakan tugas-tugas housekeeping dengan perasaan tertekan. Bu Helda masih terlihat sibuk seperti biasanya. Ia hanya menoleh sekilas saat mengetahui keberadaanku tapi tak mengatakan apa-apa.

Apakah masalah jamu keasinan dianggap sudah beres? Selama EastWest tak komplain maka murid-murid magang teledor ini tak dianggap bersalah?

Semoga saja benar begitu.

Di ruang loker saat jam pulang Rinrin segera mendekatiku. "Gimana?" tanyanya.

"Nggak ada apa-apa," balasku berbisik.

"Apa maksudnya?"

"Aku nggak dipanggil Bu Helda. Mungkin masalah ini nggak akan diurus panjang... semoga aja begitu."

"Tapi, aku nggak yakin."

"Aku juga, sih," jawabku lirih.

Kami benar-benar berharap masalah jamu asin tidak diperpanjang. Toh, pihak EastWest sendiri juga tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Sebuah harapan yang mustahil. Hotel bagus seperti ini takkan mudah mengabaikan pelayanan yang buruk pada para tamunya. Lebih tepatnya, hotel bagus seperti ini tak mungkin mengabaikan kekacauan yang dibikin oleh anak-anak magang ingusan - pasti akan diurus sampai beres.

Kecemasan kami terbukti.

"Hei, Ana! Rinrin!" Salah satu teman kami yang bernama Ratih berseru memanggil saat masuk ruang loker. "Kalian diminta menghadap Bu Helda dan Bu... ah, aku lupa. Pokoknya kalian sebaiknya segera kembali ke lobi."

Tak ada yang bisa kami lakukan kecuali berkomat-kamit memanjatkan doa. Memohon pada Tuhan semoga hukuman yang kami terima tak berat-berat amat.

Di dalam ruangan sudah ada Bu Helda, Bu Silvia, dan Chef David. Tiara, Salma, dan Rinrin juga sudah berada di sana. Begitu melihatku datang, kami segera dimintai keterangan.

"Saya tidak bersalah," kata Tiara tegas. "Saya cuma bertugas mengalungkan bunga untuk personel EastWest. Mengapa saya turut dipanggil untuk urusan ini?"

"Say... saya tid... tidak bersalah," kata Salma ketakutan. "Saya membawa nampan berisi minuman dari kitchen. Saya tidak tahu... emmm... siapa yang membikin minuman untuk tamu hari ini."

"Kamu kan sempat menitipkan minuman itu ke petugas houskeeping - ehm, maksud saya Ana. Bisa jadi ia yang... eh...."

Sepanjang sore itu Tiara dan Salma terus memojokkan aku dan Rinrin. Rinrin sudah menjelaskan bahwa ia seratus persen yakin tidak memasukkan garam ke dalam minuman. Aku juga menjelaskan bahwa seratus persen tak ada keinginan konyol memasukkan garam ke dalam minuman yang dititipan oleh Salma. Lagipula, kayak housekeeper kurang kerjaan aja aku mengantongi garam ke mana-mana.

"Kami belum tahu siapa di antara kalian yang bersalah." Akhirnya Bu Helda angkat suara. "Kami juga tidak tahu ada masalah apa di antara kalian. Tapi, perlu kalian ketahui, perbuatan kalian benar-benar merusak reputasi hotel."

Tiara menatap Bu Silvia mencari dukungan. Bu SPV bagian floris membuang muka. Pura-pura sibuk merapikan ujung blazer-nya yang sebenarnya baik-baik saja.

"Kami harus berunding. Kemungkinan hukuman paling berat kalian harus mengulang magang ini tahun depan."

"Benarrr...," sahut Chef David. "Sebaiknya memang mengulang magang tahun depan. Supaya mereka mengerti arti kerja keras sesungguhnya. Dikiranya bekerja di hotel bisa main-main apa!? Huh!"

Stairway to UnknownDonde viven las historias. Descúbrelo ahora