Unknown Stairway 23

925 143 7
                                    

Berita kali ini membikin beberapa anak magang sepertiku heboh. Kabarnya menyebar saat murid-murid berkumpul di ruang loker bersiap hendak pulang.

“Hotel kita akan didatangi band EastWest!? Jangan bercanda kamu!”

“Beneran. Kalau nggak percaya coba kamu tanya ke Isna yang bertugas di meja resepsionis. Ia sempat menguping kalau EastWest band akan menginap di sini.”

“Wow-wow-wow! Itu… itu… personelnya kan ganteng-ganteng!”

“Harry si rambut cokelat ikal, lead vocal. Antonio bermata biru yang wajahnya cute like a baby. Mike yang jangkung dan paling jago nge-dance. Duh duh masih ada –“

“Norak…,” desis Tiara.

Aku mengintip dari balik pintu lokerku yang terbuka. Cewek itu sedang menyibak rambut panjangnya yang sudah dilepas gelungannya. Terurai panjang dan semerbak wangi.

“Kamu nggak pengin ketemu juga?” tanya Wika. “Minimal melihat dari jauh, deh.”

“Aku yakin Tiara pasti diberi tugas mengalungkan bunga,” sambar Salma.

“Kenapa gitu?” tanya Tiara pura-pura tak mengerti.

“Soalnya kamu cantik banget. Nggak usah sok polos pakai nanya-nanya kenapa gitu.” Wika dan Salim mencubit teman mereka. Tiara tertawa sambil terpekik-pekik.

Centil dan nggak penting banget, astaga, gerutuku sambil memutar dua bola mata.

“Eh tapi beneran kamu nggak ngefans sama personel EastWest?” tanya Wika penasaran.

“Tentu aja aku ngefans dan penasaran.” Tiara menyatukan rambut panjangnya menjadi ikatan ekor kuda. “Tapi nggak sampai norak pengin mengambil foto diam-diam kayak teman-teman yang lain.”

Aku masih menguping –sembari mengintip dengan hati-hati.

Tiara menutup pintu loker dan bersandar santai. “Hotelier adalah pekerjaan yang dituntut mengedepankan attitude sempurna. Kamu nggak boleh jerat-jerit heboh saat melihat artis. Malu-maluin tau.”

Aku menunduk. Malu dengan diriku sendiri. Meski menyebalkan dan sok, kuakui pengetahuan Tiara mengenai kerja hotelier jauh lebih mumpuni. Sepertinya ia banyak belajar dari omnya yang GM.

Sekali lagi aku merasa jiwaku masih terlalu anak sekolahan. Terlalu belum siap menghadapi dunia kerja sesungguhnya – yang begitu keras, begitu licin, dan begitu penuh tikungan. Di saat begini aku merasa betul perkataan Rahmat banyak benarnya.

“Nggak usah heboh begitu,” lanjut Tiara. “Tinggal tunggu saja jadwal konser mereka, beli tiket VIP – bahkan VVIP kalau ada, duduk manis, nonton, nyanyi bareng. Aku punya saudara promotor yang bekerja di EO besar. Tinggal kontak beliau, aku bisa masuk backstage untuk foto bareng. Lalu, kupajang di Instagram supaya teman-teman yang lain iri!”

“Ya, juga sih.” Salma menghela napas.

“Tapi itu kamu, Tiara. Betapa beruntungnya kamu punya banyak saudara yang sukses. Kalau kami ya sama aja kayak teman-teman yang lain. Norak saat bisa ketemu artis kesayangan.”

Stairway to UnknownWhere stories live. Discover now