Nama saya Al*ira

1.2K 98 20
                                    




"Han, dari mana?" Ujar Jimin setelah menarik kursi meja makan mendekat ke Hana, duduk di sebelah gadis yang sedari tadi hanya memerhatikan layar ponsel sambil makan pentol.

Hana tidak menjawab lagi.

Walaupun Jimin tau Hana tadi pergi kemana dan bersama siapa. Jimin hanya ingin memastikan, sekaligus mencari topik agar tidak membuat hubungannya dan Hana makin retak seperti tanah di padang tandus.

Jimin tak menyerah, tangannya bergerak mengelus punggung Hana dengan gerakan lembut. Berharap pribadi berpipi tirus itu tidak mendiamkannya seperti ini lebih lama lagi.  

"Han--"

"Woojun mana?" Hana bersuara, sambil berdiri dan beranjak dari meja makan menuju dapur untuk mengambil segelas air.

"Aku balikin ke mamahnya." Sahut Jimin pelan.

Sementara Hana di dapur, Jimin merasakan sesuatu bergetar di kantong kemejanya.

Mama.

Nama itu tertera dengan jelas di atas layar, membuat debar jantung Jimin sedikit tidak beraturan ketika melihatnya.

"Siapa? Somi, ya?" Hana muncul, dengan wajah datar tak menanggung dosa. Membuat hati Jimin mencelos begitu saja mendengarnya.

"Bukan, ini Mama." Jawab Jimin dengan lembut.

Jimin menjawab panggilannya, setelah beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar mandi.

"Ngapain nelpon?" Tanya Jimin, beberapa detik setelah sambungan teleponnya terhubung.

"Kasar banget nanyanya gitu sama Mama,"

"Kenapa nelpon?" Tanya Jimin lagi, namun dengan nada suara yang sedikit diperhalus. Tapi tetap saja tidak mengubah suasana hati Jimin, kan?

"Mama mau ke sana, boleh?"

"Hmm, mau Jimin jemput?"

"Engga usah, Mama sama Somi."

Jimin mengusap keningnya frustasi, "datangnya nanti-nanti aja ya, Ma? Besok aja, Jimin lagi pusing." Ujar Jimin.

"Pusing kenapa? Kamu sakit?"

"Enggaa,"

"Pasti gara-gara Hana yang ga ngurusin kamu, ya? Sampe kamu sakit kayak gini? Emang kurang ajar banget! Awas aja kalo--"

Jimin langsung memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak, tidak peduli dengan Ibunya yang masih berbicara tanpa tahu bahwa sambungan teleponnya sudah terputus.

Jimin menumpu tubuh lelahnya dengan meletakkannya kedua tangannya di wastafel--menghadap cermin kamar mandi, menatap pria yang nampak kacau di cermin dengan kemeja kumal dan rambut acak-acakan.

Pria itu tak lain adalah dirinya sendiri.

Semakin diperhatikan, bayangan dirinya di cermin nampak tersenyum--mengejek.

Jimin mengerutkan kening, mungkin karena alkohol yang ia minum malam tadi? Atau karena pentol paman-paman?

"Gue udah gila," gumam Jimin sambil mengusap wajahnya gusar.

"Iya, lu ga waras."

"Hah?"

Jimin kembali menatap cermin.

Pria itu menarik salah satu sudut bibirnya, benar-benar membuat Jimin muak sekaligus kesal.

"Lu gagal, lu ga becus."

AeonWhere stories live. Discover now