✧🌷12. Dia Hanya Tertidur!

8.5K 888 40
                                    

Hai semua! Centauri kembali! Jangan lupa tinggalin jejaknya yaaa!

Selamat Membaca!🌷

Aku menekan-nekan bel rumah Sakti dengan terburu-buru, tidak mau terlambat atau nanti aku akan sangat menyesal, mengutuk diri sendiri karena tidak datang sesegera mungkin. Aku panik bukan main ketika bel rumah sudah ditekan hampir sepuluh kali tapi belum ada yang membuka pintu. Padahal, biasanya rumah Sakti tidak akan terasa sekosong ini. Akan ada Bibi atau penjaga di depan rumah yang menyambutku.

Jadinya aku putuskan saja untuk langsung menerobos masuk. Beruntung, pintu rumah belum terkunci. Mungkin karena ini masih jam tujuh malam, belum terlalu larut.

"Sakti?!" aku langsung memanggil namanya begitu melangkah masuk. Rumah besar dan mewah ini benar-benar sepi, padahal ini belum tengah malam. Biasanya, akan ada Bibi yang datang menyambutku jika suaraku terdengar, Bibi yang sudah mengurus Sakti sejak kecil. Tapi sekarang tidak ada.

Pandanganku kini mengedar, lalu berjalan pelan menuju ke ruangan keluarga di paling kanan. Dulu, aku selalu menonton tayangan televisi di sana dan menunggu Sakti turun dari kamarnya. Sejak kecil kami memang dekat, selalu menghabiskan waktu berdua--lebih tepatnya bertiga dengan abang yang hanya menemani. Semenjak remaja, ya, hubungan kami jadi sejauh itu.

Aku menggeleng pelan. Dan aku baru sadar saat ini jika suara televisi terdengar, sontak saja aku mempercepat langkah dan begitu tiba di dinding pembatas, aku tak bisa bergerak. Jantungku terasa merosot jatuh ke bawah tanpa bisa ditahan.

Ada Sakti yang tergeletak begitu saja, menyandar pada kursi sementara di sekitarnya cat, kuas, serta kanvas berserakan. Aku berteriak, langsung berlari dan berlutut untuk mengguncang kedua pundaknya. Aku tak bisa berpikir apa-apa, kepanikanku semakin lama semakin menjadi.

"SAKTI!!" aku tak bisa lagi menahan tangis. Terus mengguncang pundaknya agar dia sadar.

Apakah mimpiku akan menjadi kenyataan hari ini? Di mimpiku, kejadian ini  seharusnya terjadi di kamar Sakti, tapi tetap saja, benarkah mimpi ini harus menjadi nyata? Aku tidak mau!

Aku terus berteriak memanggil namanya, lantas menarik tangannya melihat apakah pergelangan tangan Sakti terluka ataukah tidak. Namun, nyatanya tangan itu masih mulus, hanya kotor karena cat arkrilik saja. Aku termenung untuk sesaat, apalagi saat tangan itu bergerak dan berubah jadi menangkup kedua pipiku. 

Tangan itu bergerak lembut, membuat kepalaku terangkat hingga aku menatap seseorang.

"Centauri?! Lo kenapa nangis kayak gini manggil-manggil gue?" 

Aku mengerjap, melihat Sakti yang membuka matanya, menatapku penuh dengan kebingungan. Dia pasti heran setengah mati saat melihat keadaanku sekarang ini, penuh air mata dan tak jelas lagi kondisinya, intinya berantakan. Tak menunggu lama, dia segera menarikku ke dalam pelukannya, mengusap-ngusap kepalaku dengan lembut.

"Ri, jangan bikin gue panik. Lo kenapa?" tanyanya. 

Mendengar pertanyaan itu, otomatis aku memukul pundaknya yang tak dibalut apa-apa. "Lo yang kenapa?!" tanyaku, memundurkan tubuh untuk melihat raut wajahnya saat ini. "Lo bikin gue khawatir! Gue manggil gak ada yang bukain pintu, terus gue lihat lo gak sadar kayak tadi! Lo yang kenapa, Sakti?!" 

Sakti mengernyit, dia mendekatkan wajahnya padaku lalu menggeleng pelan. "Ri, gue ketiduran di sini, gue gak kenapa-napa."

"Hah?"

"Hah?"

Kami berdua saling bertatapan heran, bingung, dan yang jelas tidak jelas! 

"Lo?" Telunjukku terangkat, menunjuk Sakti penuh sanksi. Apa katanya tadi? Dia hanya tertidur, begitu? Jadi, sedari tadi aku hanya menangisi Sakti yang tertidur dan meributkan hal yang tidak benar?

I Want to Cherish YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang