"Tidak ada ciuman sebelum kamu memberi tahu apa yang ada didalam sana."

"Dalam apa?"

"Laci."

Ada sekitar dua detik hening sebelum Jaehyun menjawab.

"Barang."

Taeyong memutar matanya, "Ya. Aku sudah mengira begitu. Barang berharga apakah itu hingga perlu dikunci?"

Jaehyun terdiam, merenung selama beberapa detik sebelum menyuarakan jawabannya.

"Itu laci rahasia. Aku menyimpan senjata dan juga piala dari setiap korban yang tak berdaya disana layaknya seorang pembunuh berantai." Kelakar lelaki itu ringan sembari duduk diatas meja. Taeyong memberinya pukulan ringan dilengan Jaehyun dengan punggung tangannya.

"Jangan sok misterius. Kamu bahkan tidak berani memukul nyamuk yang hinggap di pipi Mark." Ejeknya.

"Jangan suka mengejek, orang yang suka mengejek dan penasaran adalah orang-orang yang-ow!" Taeyong menempatkan tangannya dibelakang leher Jaehyun, membuat lelaki itu membungkuk ke depan dan kesakitan karena tengkuknya diremas.

"Teruskan saja," ia mengomel, "Jika kamu lebih memilih merahasiakan laci bodoh itu, belum terlambat bagiku untuk pergi menghadiri kelas yoga lalu pergi menginap di rumah nenek bersama anak-anak." Ancamnya galak.

"Ya Tuhan. Cintaku, sayangku, intan, berlian...jangan dong," desah Jaehyun dramatis, "Haruskah kamu begitu kejam padaku? Baiklah..." Ujar lelaki itu pasrah dan mengalah akibat dari ancaman istrinya yang tak pernah main-main. Jaehyun menjauh dari posisi sebelumnya yang menggelayuti lengan Taeyong, membungkuk untuk menyentuh sisi laci lantas kemudian tendengar bunyi klik.

"Apa ada tombol disana?" Tanya Taeyong penasaran. Karena sedari tadi meraba-raba sisi itu ia sama sekali tak menemukan satu tombol pun yang bisa ditekan.

"Tidak ada. Hanya perlu sidik jariku saja."

"HAAHHH???"

"Apa-apaan yang ada disana sehingga membutuhkan tingkat keamanan seketat ini?!" Pekik Taeyong tak percaya. Sebuah pertigaan imajiner muncul di sudut kening lelaki mungil itu pertanda ia kesal. Jaehyun mengangkat bahu dan membuka laci yang sangat mempermainkan emosi istrinya.

"Lihatlah sendiri."

Taeyong melirik kebawah mengikuti arah yang ditunjuk Jaehyun dan menahan nafas kalau-kalau ada sesuatu yang menakutkan seperti tarantula atau ular kobra yang disimpan Jaehyun didalam sana, "Apa yang..."

Mulut dan mata Taeyong membola tercengang saat Jaehyun mengambil segenggam bungan baby's breath dan sepasang borgol berwarna hitam dari dalam laci.

"Kurasa kamu punya lebih banyak mainan disini daripada di rumah yaa," katanya sembari menatap untuk meminta penjelasan bagaimana bisa benda itu disimpan Jaehyun didalam sana.

"Aku suka mainanku." Ujarnya santai sembari kembali duduk di atas meja dan menyodorkan bunganya pada Taeyong membuat sang istri tiba-tiba teringat sesuatu.

"Ah, ya. Terima kasih untuk bunganya pagi tadi." Balasnya. Mendengar ucapan Taeyong, Jaehyun tersenyum, "Bagaimana kamu tau kalau bunga itu dariku? Bisa saja kamu punya pengaggum rahasia kan? Hmmm kurasa sudah waktunya bagiku untuk cemburu."

Taeyong menghela nafasnya malas. Ia tidak bodoh untuk menerjemahkan pesan yang disampaikan dalam sebuket bahasa bunga yang dikirim kurir kerumahnya tadi pagi.

Acacia, anemone, baby's breath dan jonquil. Hanya Jaehyun yang memberinya rangkaian bunga-bunga unik seperti itu, karena buket itu serupa dengan buket yang ditinggalkan Jaehyun diatas meja costumer servicenya semasa kuliah. Hanya lelaki itulah yang mengerti seberapa besar peran bunga-bunga itu dalam mewakili cerita cinta diantara keduanya.

Summer, Mom and Watermelon Where stories live. Discover now