°• BAGIAN KE-EMPATPULUHSEMBILAN •°

368 33 0
                                    

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

"Mencintaimu itu butuh waktu yang lama, yang jadi masalahnya, ngungkapinnya yang ketunda-tunda mulu."

_Arshel Sadhewa-

|~•~•~•~•~|

Satu tahun kemudian.

"Pagi, Arshel," sapa Hera segera menerbitkan segurat senyum manis. Ia berjalan ke dalam lingkungan rumah Arshel. Menghampiri laki-laki yang tengah sibuk memanaskan mesin motornya itu. Setiap pagi, saat Hera hendak berangkat menuju kampus, ia selalu nebeng di atas motor Arshel, bukan maunya tentu, semakin lama menjadi kebiasaan dan yah, tentu takdir yang merencanakan mereka satu kampus tanpa sepengetahuan siapapun.

"Pagi, Hera," balas Arshel seraya menyodorkan sebuah helm bogo pada gadis cantik dengan rambut terurai serta overall jeans yang dipakainya. Ia lebih melebarkan senyum tak kala Arshel malah membiarkan kedua tangannya memakaikan helm itu pada kepala Hera.

Arshel segera menaiki motornya, diikuti dengan Hera yang sekarang sudah stay di belakang punggung Arshel seraya menyentuh kedua sisi pinggang laki-laki itu. Tidak ada pelukan atau apapun, mereka hanya teman, pasti semua orang ingat itu.

"Siap?" Arshel mulai menekan gas.

"Siap!" Pekik Hera begitu semangat. Pagi yang indah bersama seseorang yang sungguh sangat istimewa bagi Hera. Mereka menaiki motor bersama, menikmati pemandangan kota yang selalu ramai dan sering macet. Arshel dan Hera menggunakan kesempatan itu untuk bercanda, tersenyum ria bagaikan dunia hanya menyisakan mereka berdua.

"Akhirnya, hari ini akan seindah hari kemarin."

***

Satu tahun yang lalu.

Hera berjalan santai bersama Arshel, mengelilingi sekitar kampus untuk mengingat tempat mana saja yang barangkali penting untuk mereka kunjungi. Banyak siratan-siratan kekaguman di mata Hera saat pertama kali melihat kampus impiannya yang tak di sangka mau menerimanya dengan senang hati. Kampus nomor satu di kota dengan jalur masuk yang tidak gampang, keberuntungan selalu memihak pada Hera tentu.

"Kenapa lo milih di sini?" Tanya Arshel heran. Kedua tangannya bertaut di belakang punggung sembari melihat sekitar.

Hera menggidikan bahu. "Karena kampus ini udah ada saat mamah aku jadi mahasiswa, dan berhubung mamah juga nggak bisa masuk ke kampus ini, jadi aku yang disuruh buat mewujudkan itu."

Arshel mengangguk-angguk paham. Ia terhenti kemudian menoleh menatap Hera. Gadis itu ikut berhenti sembari mengernyit kebingungan.

"Ada apa?" Tanya Hera.

A R S H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang