°• BAGIAN KETUJUHBELAS •°

434 55 17
                                    

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS. TERIMA KASIH BONUSNYA❤️🌷

|~•~•~•~•~|

Pagi, hari Sabtu.

08.10

Kemarin layaknya mimpi buruk untuk Hera juga Arshel. Mereka seakan membisu ketika ucapan dari mulut Danu masih sempat terngiang. Bukan, sepertinya hanya Hera yang sibuk sendiri memikirkan itu. Suasana canggung dan kesal terus saja membelenggu, Hera sungguh tidak tahan dengan semua pertanyaan-pertanyaan beruntun dalam benaknya.

Mereka berdua duduk di bangkunya. Sorot matanya tertuju pada papan putih itu namun, pikiran mereka tetap tidak akan lepas dari ucapan-ucapan manusia tak berakhlak kemarin.

Hera sangat-sangat ingin menanyakan pada Arshel sekali lagi apa maksud dari ucapan Danu kemarin, namun sayang, keberanian itu tidak dapat seketika muncul kembali karena takut jika di sangka ia senang ber-ikut campur. Dalam pikiran Hera benar-benar masih terbesit sebuah pertanyaan gila yang semakin membludak.

"Kenapa?" tanya Arshel mencairkan suasana. Akhirnya ia menyelesaikan aktivitas menyalin tulisan di atas papan, kemudian iseng meregangkan tubuhnya karena terlalu capai. Pandangannya melirik pada buku tulis Hera dan, tidak ada apa-apa di sana kecuali hanya tulisan angka satu yang tertulis sedari awal guru menerangkan. "Masih kepikiran soal kemarin?"

Hera tersadar dari lamunannya. Ia segera menggeleng, tangan kanan serta pandangan matanya sontak bekerja sama untuk segera menulis. Demi apapun ia benar-benar tak dapat fokus dengan pelajaran hari ini.

"Kan gue udah bilang ... lupain aja, anggap yang kemarin itu nggak pernah ada." Arshel beranjak menopang kepala. Wajah tampan itu menghadap Hera dengan tatapan dalam, memandangi wajah murung di depannya sembari menghela napas panjang.

Hera masih saja menggeleng.

"Gue salah apa, sih?" Sekali lagi Arshel menanyakan pertanyaan yang sama sekali tidak penting di telinga Hera. Begitu juga dengan Arshel, ia merasa diabaikan begitu saja sedari pagi. Walau memang sifat Hera itu bertolak dengan Arshel, tetapi ini berbeda, Hera berbeda dari biasanya. Menyebalkan.

Hera menggeleng kembali. Ia menghentikan aktivitas menulisnya, kemudian tatapannya beralih pada Arshel sedikit kesal. "Nggak ada."

Arshel menghela napas gusar sekali lagi. Sudahlah, ia tak mau lagi ikut campur, toh, memang Hera sudah biasa seperti itu, Arshel dapat memakluminya karena mungkin ia tidak sadar sedang membuat kesalahan kecil di waktu yang berbeda. Sorot matanya beralih pada lengan bawah Hera yang beberapa hari lalu sempat terluka, ia dapat tersenyum lega setelah mengetahui luka itu sudah mengering.

Hera yang baru menyadari bahwa Arshel tengah menatap lukanya, ia segera menyembunyikan tangannya ke bawah hingga tak ada lagi celah untuk Arshel dapat melihat, entahlah kenapa, namun Hera merasa kesal saja dengan Arshel. Kedua mata serta tangan kanan Hera kembali bekerja. Ia terus berharap bahwa tidak akan ada lagi perasaan dongkol yang entah dari mana asalnya itu.

A R S H E R AWhere stories live. Discover now