°• BAGIAN KEDUAPULUHEMPAT •°

320 40 0
                                    

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS. TERIMA KASIH BONUSNYA❤️🌷

"Aku pernah dengar. Kalau buruk belum tentu buruk, dan baik belum tentu baik. Kemudian, berikutnya adalah yang baik-baik saja belum tentu bahagia."

-Hera Alagna-

|~•~•~•~•~|

Hera terpejam kuat ketika rasa pusing itu semakin menguasai. Ia menunduk, tangannya meremas erat lengan bawah Danu.

Segera Danu menoleh pada Hera sedikit khawatir saat tangannya terasa sakit akibat genggaman Hera. Astaga, makin pucat saja. Telapak tangan Danu segera menempel di atas kening Hera, sial, benar-benar panas. Danu meraih jari tangan gadis tersebut lalu merasakan betapa dinginnya di sana.

Danu segera berdiri, menghadap Hera, kemudian berjongkok membelakangi gadis itu, ekspresinya mengisyaratkan Hera untuk naik pada punggungnya. "Cepetan naik."

Hera menggeleng lemas, namun kakinya tetap tak mau menolak. Ia berdiri, menghampiri punggung itu kemudian dengan lemahnya meringkuk di sana.

"Aku nggak apa-apa," gumam Hera ditengah ringkuknya. Laki-laki itu tak menghiraukan, ia mengeratkan kaki Hera pada kedua tangannya, membiarkan kedua tangan Hera melingkar di antara leher Danu, lalu ia melangkah pergi dari lapangan basket dengan santai tanpa peduli bagaimana tanggapan orang lain saat ini.

"Danu! Mau di bawa kemana anak itu?" pekik seorang guru BK yang kebetulan sedari tadi memperhatikan gelagat Danu dan Hera.

Tidak ada jawaban dari Danu, ia tetap melanjutkan perjalanan hingga jejaknya tak lagi terlihat pada sorot mata guru BK itu. "Aish, anak aneh."

"Jangan ke UKS ..." lirih Hera menahan pusing berkunang-kunang dalam keningnya. Ia terpejam erat, bibirnya semakin pucat hingga keringat makin bercucuran pada pelipis. Sungguh rasa sakit ini tak ada apa-apanya dibanding dengan merepotkan orang lain seperti sekarang.

Danu seketika berhenti. Kepalanya menoleh ke arah wajah pucat gadis itu sembari menghela napas panjang. Ia berucap lembut dengan tatapan khawatir. "Pulang, ya?"

"Ke kelas dulu," imbuh Hera tak tahan lagi.

Danu mengangguk. Sebenarnya, ia juga tidak tega ketika melihat Hera semakin menderita akibat menahan lara, seperti saat ini, langkahnya ingin sekali membawa mereka ke arah UKS, namun Danu juga tidak mau memperumit situasi. Lebih baik ia menuruti apa yang menjadi keinginan Hera sekarang.

Ia berjalan tergesa-gesa saat mengetahui kelas Hera sudah hampir sampai. Danu harus secepatnya memberikan Hera pada siapapun yang ada di dalam kelas untuk diperhatikan sebelum kondisi gadis itu semakin parah, pun sebelum bel masuk berkumandang. Yah, sebagai seseorang yang tidak pernah dekat dengan perempuan, bahkan Hera adalah gadis pertama yang sempat Danu tanggapi-karena yang lain hanya dianggapnya pengganggu, ia tak bisa berbuat apapun kecuali hanya melakukan kewajibannya sebagai seorang laki-laki.

A R S H E R ANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ