°• BAGIAN KELIMABELAS •°

457 60 29
                                    

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS. TERIMA KASIH BONUSNYA❤️🌷


"Sini, duduk di sampingku dan mulai ceritakan segala keluh kesahmu. Peluk juga silakan, kata orang bule biar akrab gitu."

-Arshel Sadhewa-

|~•~•~•~•~|

Gadis pemalu itu memakai seragam sekolahnya di hari senin, mengaitkan kancing atas seragam, menaikkan resleting roknya, kemudian beralih pada kerah seragam yang masih terlipat berantakan. Pagi ini, entah kenapa serasa ia ingin sekali merubah hari-hari buruk yang sebelumnya membelenggu menjadi lengkungan pelangi yang begitu indah.

"Seragam udah ... tinggal ...." Hera mencoba mengingat apa saja yang harus ia persiapkan untuk pagi cerahnya.

Semalaman Hera berdebat dengan pikiran, ego, dan batinnya. Tentang merubah sikap, Hera niatkan sepenuh hati, ia teguhkan dalam-dalam agar sungguh keinginannya tercapai, yakni dapat bergaul dengan banyak orang dan mengembangkan senyum lebar tanpa ragu-ragu lagi. Jika dipikir-pikir ... sudah lama Hera menginginkan semangat seperti ini, tentu karena dukungan dari seseorang yang Hera suka pula.

Senyum semringah itu ia lebarkan ketika selesai menguncir kuda rambut hitam halusnya. Melihat dirinya secantik ini di depan cermin membuat Hera lebih percaya diri, sekarang tidak ada lagi aktivitas menutup wajah dengan sebagian rambut, menunduk secara spontan dan takut pada tatapan setiap orang. Ia harus menempis segala sikap buruknya itu—jika mungkin bisa.

"Aku bisa, kan? Kenapa ragu, ya?" gumam Hera lalu menghela napas gusar. "Mungkin cuman takut ...."

Beberapa detik kemudian, senyumnya bangkit kembali. "Bodo amat, pokoknya harus hari ini."

Banyak kebebasan yang Hera sematkan, hendak ia tunjukkan nanti saat bertemu dengan teman sekolahnya. Tidak ada batasan lagi untuk seorang Hera memiliki pikiran bodoh, ia tak mau kembali tersiksa atas semua kekhawatirannya. Namun, Hera masih tetap saja yakin bahwa semangat membara ini hanya akan tersemat selama beberapa jam saja, entah kenapa ia yakin dengan itu.

Sudahlah, cukup untuk membanggakan diri dan bermonolog untuk pagi ini, Hera segera mengambil tas ransel di atas ranjang, memakai tas itu sembari tersenyum hangat menatap dirinya sekali lagi di depan kaca. Tangan Hera menghadap ke atas membentuk kepalan penuh semangat.

"Semangat, Hera! Kamu bisa!"

***

Seorang laki-laki dengan ransel hitam, rambut two block yang rapi seperti biasa, senyum lebar serta kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana seragamnya. Sekarang ia tengah berdiri di depan gerbang luar rumah Hera selama kurang lebih 15 menit. Untuk pertama kalinya laki-laki itu melakukan ini, menunggu seseorang yang bahkan baru-baru ini dikenalnya, tentunya sedikit aneh. Tapi tidak masalah, demi janjinya untuk menolong seorang teman.

A R S H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang