°• BAGIAN KE-EMPATPULUHEMPAT •°

344 36 0
                                    

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

"Terima kasih, ya, sudah memberikan keistimewaan kemarin-kemarin, dan sekarang seperti aku bukan siapa-siapa lagi."

-Hera Alagna-

|~•~•~•~•~|

Segera Hera menampik tangan Danu pelan dari dagunya. Ia mengernyit kebingungan bersama perasaannya yang campur aduk. "Apa maksud kamu masalah yang sama?"

Danu perlahan menunduk. Mengusap tengkuk gugup sedangkan kaki kirinya mengetuk-ngetuk lantai menunjukkan sebuah kesedihan yang mendalam dibalik tatapan dinginnya.

"Seharusnya lo tahu sampai mana batas privasi seseorang," balas Danu sekejap. Ia mendongak, menatap Hera bersama mata elangnya. Danu menggeleng pelan saat gadis itu mulai melunturkan sebuah kernyitan. "Di saat kayak gini ... Gue nggak mau bahas itu."

"Oh, maaf." Hera melipat kedua sudut bibirnya. Kedua tangan Hera saling bertaut ke belakang sebagai pertanda bahwa dirinya merasa bersalah. Tapi yah, seperti itulah, saat seorang perempuan sungguh penasaran, rasa itu tidak akan bisa hilang sebelum mengetahui kebenarannya. "Aku kira aku boleh tahu sedikit."

"Jangan mulai suka ikut campur urusan orang lain," tampik Danu mengalihkan pandangan muak. Ia berdehem. Tatapannya kembali pada Hera saat mengingat tentang hal pertama yang seharusnya ia katakan segera pada gadis itu.

Hera menunduk. "Iya."

Danu melipat kedua tangan di depan dada. Mungkin ini akan menjadikan suasana yang lebih menjengkelkan ketika Hera senantiasa berpura-pura bodoh dan berlagak tidak mengetahui apapun. Ia menghela napas berat ketika Hera mendongak kembali.

"Lo nggak pernah tanya gimana perasaan gue saat ini?" Danu memandang gadis itu benar-benar lekat. Kedua sudut rahangnya sekejap tegas saat Hera malah mengernyit kebingungan. Ia tertawa renyah, menunduk sembari memegang pangkal hidung. "Udah gue duga."

Danu mendongak. Ia berkedip tidak nyaman ketika Hera malah terlihat menghawatirkannya. "Gue suka sama lo, lo tahu?"

"Aku tahu ... Dan kamu udah pernah bilang itu," balas Hera sembari mengangguk, ekspresinya masih terlihat khawatir saja.

"Gue kira lo masih belum paham ..." Lirih Danu.

Hera melunturkan kernyitannya, merundukkan pandangan beberapa detik, mencoba mencari cara untuk mengatakan sesuatu tanpa menyinggung siapapun. "Aku cuma sadar, kalau kamu mau dekat sama aku hanya karena kamu lagi bosen, kan? Dan orang yang sepantasnya kamu perjuangkan itu adalah Sukma, harusnya kayak gitu, walau sampai kapanpun kamu bersikeras buat dekat dengan aku hanya karena kamu mau berubah, itu sia-sia, karena yang bisa merubah diri kamu itu ya kamu sendiri, Danu."

A R S H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang