°• BAGIAN PERTAMA •°

2K 153 81
                                    

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷PRINSIP PENULIS : MENULIS MERUPAKAN KEBUTUHAN, SEDANGKAN VOTE DAN KOMEN ADALAH BONUS. TERIMA KASIH BONUSNYA❤️🌷

"Kalau cinta itu adalah sebuah sayap, kenapa harus ada kata jatuh di depannya? Dan jika hati itu lunak, kenapa harus ada kata patah di depannya?"

-Hera Alagna-

|~•~•~•~•~|


3 tahun kemudian.

"Dulu aku kira makin lama aku bakalan jadi lebih baik kayak harapan mamah, tapi ternyata juga tetap sama aja."

Gadis itu hampir putus asa, berniat untuk mengakhiri penderitaan namun masih bimbang dengan adanya sebuah harapan. Menatap langit gelap, panorama taman yang indah di sekitarnya sesekali membuat gadis itu bersyukur masih dapat melihat keindahan yang menenangkan.

"Aku takut nggak ada gunanya buat orang lain, jadi sampai sekarang aku tetap paksain berubah. Tapi apa? Nggak ada ngaruhnya buat aku."

Rambut panjang terurai menerpa angin, senyum di bibir keringnya seperti memaksa untuk bahagia, binar mata hitam berkaca-kaca serta bulu mata renggang namun rapi. Sweater putih berpola garis, juga celana jeans panjang yang ia kenakan sama sekali tak membuat tubuhnya senantiasa hangat. Ia tengah berjalan santai sembari iseng memainkan langkah layaknya anak kecil.

"Bahkan kayaknya aku lupa kapan terakhir kali bisa senyum tanpa luka."

Suhu dingin sebab angin malam mulai menyelimuti sekujur tubuh sedangkan ia sengaja meninggalkan jaketnya di atas sofa. Seperti sudah terbiasa sampai dingin pun terasa menghangatkan. Semakin hening. Kelap-kelip bintang serta sang rembulan senantiasa memenuhi pandangannya di setiap langkah.

"Kalau diingat-ingat, ini tahun ketiga aku udah nggak sama mamah. Ah, gini, ya, rasanya jadi cewek mandiri."

DUG!

"Aduh mati! Eh!" kaget gadis itu. Ia hampir terjungkal saat sedetik saja tak menyadari bahwa batu ukuran genggaman tangan itu sedang terdiam di depannya. Menyebalkan. Padahal suasana sedang damai, pake kesandung segala, pikirnya. "Padahal lagi enak-enaknya ...."

SREK! SREK!

Ia mendadak terpatung, kepalanya menoleh ke samping kiri. Tak jauh dari dari tempatnya terdiam, gadis itu melihat ada sesuatu yang bergerak dalam sebuah semak-semak.

"E ... ada orang, ya?"

Tak ada jawaban sama sekali, bahkan hanya suara nyaring jangkrik yang terdengar. Gadis itu menelan ludah berat saat benaknya seketika terpenuhi terkaan buruk, degup jantungnya tak berhenti berdetak hebat. Bukan apa-apa, hanya saja, malam-malam begini tidak biasanya ia mendapati hal-hal aneh di luar.

A R S H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang