Sahabat Kecil

217 22 1
                                    

   "Anara." Dia masih diam. Langsung tidak menoleh ke arah ibu. Pandangannya lurus memandang tanah. Bibirnya pula memuncung dengan mata yang berkaca.

   "Anara sayang ibu... " Sekali lagi ibu memanggil. Kali ini lebih lembut dengan nada memujuk. Anak kecil itu masih lagi diam. Airmatanya sudah jatuh ke pipi.

   "Sayang... Masuk dulu ya? Esok kita cari Uwiss." Ibu menepuk lembut bahu Anara. Si kecil berusia 4 tahun itu masih tidak berganjak. Tidak lama kemudian, tangisannya kedengaran.

   "Uwiss! Uwiss! Nak Uwiss!" Dia meraung memanggil kucing kesayangannya yang berperut bulat itu. Ibu memandangnya simpati.

   "Anara sayang... " Tubuh kecil itu dipeluk erat. Dia tahu anaknya Anara terlalu sayang dengan Uwiss. Sejak anak kecil itu lahir, Uwiss tidak pernah berjauhan dengannya.

   Main dengan Uwiss, makan dengan Uwiss. Kadang-kadang tidur pun dengan Uwiss. Namun apakan daya, Uwiss tiba-tiba menghilang petang tadi. Pulang saja dari bandar, si bulus berbulu kelabu itu sudah tiada.

    "Nak Uwiss." Anara sedut hingus. Dia rindu dengan si bulat itu. Ibu mengusap rambutnya lembut. Lama juga ibu memujuk, barulah Anara berhenti menangis.

   Keesokkan paginya, Anara bangun lebih awal daripada mereka. Tubuh ibu dan ayah digoncang kuat. Baru pukul 5. Waktu subuh pun belum masuk.

   Ayah memisatkan matanya. Hairan dengan si kecil yang awal pagi lagi sudah aktif. Ibu memasang lampu bilik. Terkelip-kelip menerima cahaya yang terang.

   "Nak Uwiss!" Anak kecil itu memekik kuat walaupun hanya perlahan saja didengari. Ayah dan ibu berpandangan. Senyuman mereka terukir nipis.

    "Anara sayang. Di luar masih gelap lagi. Bila hari dah cerah kita cari Uwiss ya? Sekarang Anara sambung tidur dulu ya?" Ibu mengangkat tubuh kecil Anara dan dibaringkan di atas katil kecil di sisi katil mereka.

   Anara hanya menurut. Namun matanya masih terbuka luas. Sampailah ke subuh, dia masih lagi terjaga. Setelah ibu dan ayah selesai solat, Anara terus meluru ke arah mereka.

   "Uwiss? " Tangan kecilnya mendarat pada paha ayah. Dia duduk melutut di sisi ayah yang baru saja mengaminkan doa. Ayah tersenyum. Tubuh kecil Anara didukung. Diusap lembut kepala anak kecil itu.

   "Lepas sarapan kita cari Uwiss ya sayang. " Ayah kucup dahinya lembut.  Anara diam menurut. Tidak tenang dia dibuatnya. Dia mahukan Uwiss!

    Setelah bersarapan, Anara meluru keluar dari rumah. Berjalan-jalan di sekitar rumah, dia memanggil-manggil nama Uwiss. Ayah membontoti langkahnya dari belakang.

    Mendengarkan bunyi ngiauan Uwiss dari satu arah, mereka serentak menoleh. Uwiss muncul di sebalik pagar dengan tubuh yang dipenuhi lumpur. Anara melonjak riang.

   "Uwiss!" Terus saja dia menerpa memeluk Uwiss sebelum sempat ayah menahan. Tubuh Uwiss dikucup tanpa mempedulikan kotoran pada tubuh di bulus.

    Riang sekali mereka bermandian. Setelah memandikan dua figura kecil yang comel itu, ayah mengeringkan tubuh Uwiss manakala ibu menyiapkam Anara. Keluarga kecil itu cukup bahagia.

    Empat tahun berlalu

   Anara yang baru pulang dari sekolah mencari-cari susuk tubuh kecil itu. Namun tiada kelihatan di mana-mana. Selalunya Uwiss pasti akan menantikannya di hadapan pintu.

   "Uwiss!" Anara meletakkan beg sekolah di beranda rumah. Dia mencari-cari di sekitar rumah. Berkali-kali nama itu dipanggil namun tetap saja tiada jawapan.

   "Uwiss!" Berhenti di hadapan pokok bunga raya, matanya terpaku ke arah sesusuk tubuh kecil yang sudah kaku. Dia terus melutut. Tubuh kecil itu digoyangkan. Kaku. Beku.

   "Uwisss!" Airmatanya jatuh ke pipi. Tubuh yang sudah kaku itu dibawa ke dalam pelukan. Dia menangis teresak-esak.

    Ibu yang sedang memasak di dapur terkejut mendengarkan raungan Anara. Dengan perut yang memboyot, ibu keluar dari rumah dan merapati Anara yang terduduk di atas tanah.

   Tubuh kecil di dukungan Anara dipandang. Tahulah dia apa yang sudah terjadi. Rasa sayu menampar hatinya.

    Buat yang terakhir kalinya, Anara menatap si bulus dengan mata berkaca. Airmata yang bertakung dikesat. Ayah mula menimbus pusara Uwiss dengan tanah.

   Sedu sedan Anara masih lagi tersisa. Uwiss telah pergi meninggalkannya. Sahabatnya selama 8 tahun sudah pergi.

    'Sayang Uwiss.' Dia berbisik di dalam hati. Kenangan bersama Uwiss tidak akan pernah dia lupakan.

.






My Stories [ Himpunan Cerpen ]Where stories live. Discover now