Chapter 22: Nostalgia Dalam Mimpi

9 2 1
                                    

Alister dan Irwin duduk di rooftop. Irwin mengambil sebatang rokok milik Alister.

"Jadi, setelah dari Aeon waktu itu, dia jadi menjauhimu?" tanya Irwin.

"Iya, begitulah. Gara-gara Fabian, dan juga Awan yang nggak jelas sok ingin membuatku cemburu."

"Rhizan risih?"

"Jelas, lah. Yang iseng siapa, aku yang kena risih."

"Udah cari kesibukan? Biar lupa aja gitu seenggaknya."

"Kau tau aku ini orangnya gabut, kan?"

"Ohh, benar juga."

"Aku dari awal udah nggak begitu berharap bisa pacaran. Udah begitu masih aja sakit hati."

Irwin melihat ke arah Alister, tak tampak wajah ceria Alister yang seperti biasanya. Ia merasa tidak handal dalam memberi saran. Jadi, ia hanya mendengarkan curhatan Alister. Alister terus berbicara, ia menceritakan semua yang ia rasakan dari matahari yang tepat di atas kepala, hingga perlahan matahari mulai turun ke arah barat. Irwin mengantuk.

"Jadi begitu, kau mendengarkanku, kan?" tanya Alister.

"Dengar, dengar. Ngomong-ngomong sekarang jam berapa?"

Alister melihat ke handphonenya. "Jam 3."

"Oke, kau udah curhat selama 2 jam."

"HAH?! Serius?" Alister terkejut, tidak percaya.

Mata Alister berbinar-binar. Ia bangga pada dirinya sendiri. "Aku tak menyangka bisa berbicara selama itu."

"Kau gila. Apa mulutmu nggak capek?"

"Umm, nggak. Nggak terasa juga kalau 2 jam berbicara."

"Maaf aku nggak banyak menanggapi curhatanmu. Kau tau, aku nggak pandai ngasih saran."

"Nggakpapa. Kau mendengarkan aja aku udah senang."

Tio dan Lian pasti tangguh. Bisa menghadapi orang yang seperti ini, pikir Irwin.

"Oh iya, kau nggak ada kelas? Tasmu mana?"

Alister tersenyum pahit dan baru ingat kalau tasnya tertinggal, ia juga melewati kelas sampai selesai.

Mati aku! Minggu depan pasti dikasih tugas tambahan!

"Kau nggak ada kelas lagi, Alister?" tanya Irwin, memastikan.

Kau nggak ada kelas lagi, Alister? Kau nggak ada kelas lagi, Alister? Kau nggak ada kelas lagi, Alister? Kau nggak ada kelas lagi, Alister? Kau nggak ada kelas lagi, Alister?

Pertanyaan itu terngiang di telinga Alister dan ia tetap pada senyumnya.

"AKU ADA KELAS KEDUA JAM 2!" Alister segera berlari menuju kelas paginya untuk mengambil tas. Irwin menggelengkan kepalanya melihat tingkah Alister.

"Sebentar, kayaknya ada yang ingin kusampaikan ke Alister," ujar Irwin.
"Tapi apa, ya?" lanjutnya, ia lupa, "bodoamat, deh."

Irwin pun berniat ke parkiran motor. Ia menuruni tangga hingga lantai 1. Irwin terus berjalan hingga ia berada di pinggir jalan raya belakang kampus. Terdapat halte bis kota tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Mana parkirannya, ya?"

Akhirnya, Irwin bertanya ke salah seorang yang ada di dekatnya.

"Permisi, Mas. Parkiran spiral di sebelah mana, ya?"

"Oh, itu di dekat gerbang depan kampus. Kalau ini belakang kampus."

Alister berlari di koridor lantai 6 gedung utama. Mengambil tasnya yang tertinggal di kelas sebelumnya. Ia membuka ruangan dan bersyukur melihat tasnya masih ada. Ia segera menggendong tasnya dan kembali berlari menuju lift untuk pergi ke lantai 10. Disaat keluar dari ruang kelas, ia menabrak seorang perempuan berambut pirang. Perempuan itu sedang membawa buku bertuliskan bahasa Jepang.

As If It's Your LastWhere stories live. Discover now