23

9.8K 656 35
                                    

"Harusnya kamu jangan kayak gitu sama Geraldin" Reina mulai membuka suara setelah suasana dalam mobil terasa sangat canggung.

Setelah kejadian tadi, Regan langsung menyeret Reina ke dalam mobilnya dan berniat mengantarkan cewek itu pulang.

"Lo lebih mentingin Geral daripada gue?!" Tanya Regan penuh emosi

"Gak, cuma Altar yang penting di hidup aku"

Hening.

Reina menatap jendela mobil sambil memperhatikan percikan air yang turun membasahi bumi. Dia merasa apa yang ia lakukan pada Mora sudah benar.

Meskipun Mora polos, tapi bukan berati Reina akan membiarkan sahabatnya terjerumus ke dalam hal yang dilarang dalam agama.

Reina menghela nafas, ingatannya masih memutar kejadian beberapa lalu saat melihat Mora hampir saja melakukan hal - hal tidak senonoh dengan Bayu di gudang sekolah.

"Rein" Regan memarkirkan mobilnya saat tiba di apartemen Reina.

Reina menoleh "Maksih" Ia melangkah keluar dari mobil Regan dan membiarkan tubuhnya basah diterjang hujan.

Regan menyusul. Dia berjalan di belakang Reina sambil memasukkan tangannya ke dalam saku.

"Reina Malvisa, apa gue semenjijik kan itu di mata Lo?"

Reina tidak menyahut, ia terus berjalan menaiki tangga. Dia sangat lelah hari ini.

"Reina lo denger gue gak?!"

"Gue sayang sama Lo"

Reina membuka pintu apartemennya kemudian berbalik menatap Regan.

"Kamu boleh pergi sekarang"

"Lo gila? Gue basah kuyub kayak gini"

"Pergi"

"Gak"

Reina menghela nafas "Kamu pengen tau perasaan aku yang sebenarnya?"

Regan menganguk

"Aku jijik sama kamu Regan. Kamu itu gak punya malu apa gimana? Aku udah punya pacar. Di sekolah banyak yang suka sama kamu, tinggal pacarin mereka terus selesai. Aku udah buatin kamu sarapan tiap hari tapi kamu terus aja ganggu aku sama Altar. Hampir tiap hari aku berantem sama Altar cuma gara - gara kamu"

Reina terdiam sesaat, sebelum melanjutkan kembali

"Aku nyesel udah pernah kenal sama kamu. Aku gak peduli kalo kamu mati atau mau ngapain. Mending kamu pergi"

Sakit.

Regan mengepalkan tangan erat. Paru - parunya seakan menyempit dan dadanya bergemuruh hebat. Ia tidak menyangka jika perempuan yang ia suka bisa mengatakan semua itu.

Dia tidak masalah jika Reina masih menyukai Altar sekalipun. Yang ia masalahkan adalah kata 'mati' yang terucap dari bibir mungil itu.

Kenapa Regan begitu bodoh selama ini? Bukankah tidak ada satu orangpun yang peduli padanya?

Dia tidak pantas hidup.

Kehadiran nya hanya seperti benalu yang menggangu.

"Maaf" Regan berbalik menuju parkiran dengan tatapan nanar. Dia bersandar ke mobil warna merahnya dengan kedua tangan menangkup wajah.

Dia benci hidup seperti ini.

Tidak bisakah satu orang saja menyayanginya?

"Kenapa?" Regan menengadah ke atas sambil memejamkan mata. Merasakan sakitnya terpaan air yang jatuh mengenai wajahnya.

ANOTHERWo Geschichten leben. Entdecke jetzt