DENTING | SATU

2K 252 103
                                    

Drop music yang sering kalian dengerin akhir-akhir ini dong^^

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Drop music yang sering kalian dengerin akhir-akhir ini dong^^

****

Arjuna menatap Dean tak suka, dilihatnya sudut bibir adiknya yang luka mulai mengering. "Siapa yang ngijinin lo masuk kamar gue? Udah gue bilang jangan masuk-masuk kamar gue tanpa ijin!"

"Maaf, gue cuma ngajak lo sarapan aja. Makanan udah gue siapin di dapur nanti lo ke sana, ya."

Juna membalas dengan gumaman. Sebelum Dean menghilang dari balik pintu Juna berujar, "Raefal gimana?"

Sudut bibir Dean terangkat, walau hanya satu pertanyaan dan itu pun ditunjukkan pada sang adik, cukup untuk Dean bernapas lega, setidaknya Juna mau berbicara. "Panasnya udah turun dari kemarin-kemarin, hari ini mulai masuk sekolah. Gue bakal antar dia ke sekolah," jawab Dean, lalu berlalu pergi, sebenarnya masih ingin berlama-lama berbincang dengan kakaknya yang terpaut hanya empat bulan darinya tetapi ia tahu, Juna pasti tidak suka.

"Raefal udah siap?"

"Siap, Kak!" seru Raefal bersemangat.

Dean merekahkan senyumnya lalu memasukan kotak bekal ke tas Raefal dan mengalungkan botol air minum bergambar Tayo.

"Kak Juna gak ikut sarapan bareng, Kak?"

Benar juga, kenapa Juna tidak terlihat batang hidungnya? Padahal dia sudah menyuruh untuk sarapan bersama. Tak lama kemudian terdengar suara motor dari garasi rumah, beberapa saat suara itu kian menjauh dan hilang dari pendengaran.

Dean menghela napas, lagi-lagi Juna menolak makan bersama.

****

"Hajar terus Jun jangan kasih ampun!"

"Mampusin sekalian biar gak banyak bertingkah!"

"Semangat Jun gue dukung lo pokoknya!"

"SIALAN!"

Hendra meludah dan terlihat darah segar di sana. Dengan sisa tenaga yang ada menghajar Arjuna dan kembali jatuh, kehabisan tenaga. Juna begitu brutal meninju dan menendang Hendra, tak memberi ampun barang sedikit untuk lelaki itu mengambil napas. Sekali lagi Juna menginjak dada Hendra dan sedikit menekannya, membuat lelaki lemah itu terbatuk-batuk.

"Sekali lagi gue ingetin, jangan pernah usik Dean. Jangan pernah usik kehidupan gue, dan jangan pernah lo berani-berani usik ketenangan gue," nada Juna begitu tenang namun sarat akan ancaman.

"Emang lo siapanya Dean, hah?! Bukannya lo juga suka gangguin dia-Akhh uhuk uhuk."

Juna berjongkok dengan kaki kanan masih menekan dada Hendra. "Siapa gue dihidup dia itu bukan urusan lo. Urusan lo cukup ngikutin kata-kata gue buat gak usik ketenangan gue."

"Lo tuh sama aja kek dia. Banci!"

Juna berdecih lalu berdiri, menatap Hendra dengan raut tak terbaca. Bill dan Farel saling pandang, sirine tanda bahaya muncul dibenak mereka dan segera menarik tubuh Arjuna dari belakang menjauh dari Hendra. Juna sudah siap akan menginjak Hendra bertubi-tubi atau bahkan memukulnya sampai lelaki itu tidak bisa melihat dunia. Bill dan Farel tahu apa yang yang Juna pikirkan kemudian menyuruh Hendra untuk kabur.

"Lepasin gue bangsat!" racau Juna menjadi-jadi. Melihat Juna yang mau kalap Hendra segera pergi dengan sisa-sisa tenaga, langkahnya terseok-seok sembari memegangi dadanya yang sakit dan sesak.

"TUNGGU PEMBALASAN GUE, SIALAN!"

Juna melepas pegangan Bill dan Farel dalam sekali sentakan. Memandangi keduanya yang diam tak bersuara, kemudian melenggang pergi.

"Ngeri banget anjim gue jadi merasa bersalah udah ngompor-ngomporin," ujar Farel.

"Apalagi gue. Dilihatin Juna gitu berasa dilihat malaikat maut, njir," sahut Bill.

****

"Kenapa gak lo aja yang ngantar sendiri? Juna itu kakak lo, masa harus gue terus yang jadi kurir lo ke Juna," seloroh Galen saat lagi-lagi Dean menitipkan bekal untuk Juna.

"Lo kan tau sendiri Juna gak bakal mau nerima kalau tau itu dari gue."

Galen berdecak, mengambil kotak bekal dari tangan Dean. "Kali ini apalagi ya alasan gue," pikirnya.

"Bilang aja nenek lo ulang tahun jadi orang tua lo masak banyak."

"Nenek gue udah meninggal bego!"

Dean menyengir menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya, maaf gue gak tau."

"Ck, ya udah gampang lah ntar gue pikirin," kata Galen memasukkan bekalnya ke laci. Dean berseru senang, merasa beruntung ia bisa sekelas dengan Galen yang juga merupakan teman Juna, jadi ia mempunyai akses untuk mengetahui bagaimana keadaan Juna di luar.

"Oiya, tadi kata Bill sama Farel, Juna habis ribut sama Hendra."

Dahi Dean mengernyit. "Hendra anak sekolah sebelah?"

"Hendra siapa lagi? Cuma itu musuh Juna yang paling bisa mancing emosi Juna." Galen menatap Dean. "Lo diapain lagi sama dia?"

Dean menunduk, segera mencari alibi agar teman-teman Juna atau Juna tidak tahu perbuatan Hendra padanya. Dean tidak suka keributan.

"Gak ngapa-ngapain kok."

Galen menaikan sebelah alis. Menelisik wajah Dean yang tampak tidak nyaman akan pertanyaannya, kemudian mengangguk.

"Baguslah kalau gak diapa-apain."

Tanpa Dean sadari sebenarnya mereka sudah tahu kalau Dean sempat mendapat pukulan dari Hendra.

****

"Mama gue bawain lo makanan lagi nih," ujar Galen meletakkan kotak bekal bergambar Keropi di meja Juna.

"Heran Mama lo baik banget sama Juna, hampir setiap hari ngasih bekal sedangkan kita-kita enggak," ujar Farel.

"Lo orang kaya jangan sok miskin deh Rel, kalau lo mau juga dagangan Bu Harni bisa lo borong," ujar Bill.

"Ya, kan, beda makanan beli sama dikasih, Bill."

"Kalau kalian mau main aja ke rumah," ujar Galen, alibinya bermain agar Juna, Bill, dan Farel tidak curiga.

"Bener, ya? Ntar malam gue gas ke rumah lo. Awas aja kalau meja makan kosong!" ujar Bill.

"Ntar malam kita kan ada acara," ujar Galen.

Bill dan Farel berpikir, kemudian membulatkan mata. "Ntar malam lo lawan Wandi kan, Jun?"

Yang dipandang hanya diam menyantap nasi goreng yang dibawa Galen. Melihatnya Galen merasa lega, Juna selalu menghabiskan bekal yang dibawanya, walau perasaan bersalah itu ada karena telah membohongi sahabatnya.





TO BE CONTINUED

DentingKde žijí příběhy. Začni objevovat