017. Family

144 23 2
                                    

Gadis tersebut memandang kosong rerumputan pada halaman belakang rumah, mencari seberkas pemulihan, baik fisik maupun batinnya

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Gadis tersebut memandang kosong rerumputan pada halaman belakang rumah, mencari seberkas pemulihan, baik fisik maupun batinnya. Bunga-bunga aster serta dedaunan yang berayun lamban tertiup angin, menghasilkan bunyi menenangkan hingga membuatnya mengatupkan mata dan jatuh tertidur sejenak kemudian.

Sang Kakak berjalan mendekat, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun yang dapat mengganggu tidur si adik. Ia terduduk di sebelahnya, meletakkan kotak obat-obatan pada sebuah meja kecil di sisi tempat duduknya. Luka-luka sayatan dan bekas darah yang telah mengering, menjadi pemandangan memilukan yang turut menyayat hatinya. Kejam sekali dunia ini pada adiknya, meski tak sedarah, ia merasakan betul bagaimana penderitaan si adik sekarang ini.

Bergerak perlahan, Sang Kakak menempelkan antiseptik ke beberapa lukanya. Membersihkan bekas-bekas kemarahan 'si sosok kedua' yang tak pernah diharapkan kehadirannya. Kernyitan kecil di dalam tidurnya, menghentikan usapannya sejenak. Tapi upayanya untuk tetap membuat Sang Adik jatuh tertidur, gagal dengan terbukanya lamat-lamat sepasang mata berwarna pinus tersebut.

Tak ada yang mengucapkan sesuatu, keduanya bersitatap di dalam hening. Mengantisipasi apakah si sosok kedua ataukah benar adiknya yang tengah mendiami tubuh ringkih itu? Sang Kakak benar-benar berjaga karena bisa saja si adik disakiti lagi oleh-nya.

Namun, ketika mendengarnya berbicara begitu pelan―memanggil namanya dengan suara yang sepertinya dipaksa keluar―ada sedikit kelegaan yang melingkupi benak si sulung. Ini benar-benar adiknya; yang lemah dan berwajah pucat usai segala kejadian mencekam yang baru saja terjadi.

"Kamu butuh sesuatu?"

Si gadis menggeleng, lemah sekali seolah seluruh tenaganya tersedot habis. Tetapi, meski dalam keadaan yang sangat memilukan, ia masih mencoba untuk tersenyum; tengah meyakinkan Sang Kakak jika ia tidak perlu apa pun sekarang ini. Hanya dengan kehadiran kakaknya, kepedulian, serta kasih sayangnya, ia merasa cukup dan segalanya pasti akan membaik dengan sendirinya.

Detik itu, suara langkah kaki yang mendekat memburamkan penglihatan si sulung; kedua kelopak matanya dipenuhi airmata yang siap tumpah kapan saja. Adik bungsu mereka datang dengan membawa tiga cangkir teh hangat yang diletakkan pada sebuah nampan kayu. Senyumnya yang tak kalah hangat dari teh yang dibawanya, membuat keduanya turut tersenyum seakan sedang tertular.

Ketiganya lantas duduk di sofa yang sama sembari menyeduh teh masing-masing, mereka saling bertukar senyum tanpa sanggup mengucapkan apa-apa. Tidak perlu kata-kata, karena kebersamaan mereka saja sudah menjadi penyembuh terbaik bagi batin si gadis.

Kim Ryuna sangat beruntung, ia memiliki Kim Seokjin dan Kim Mingyu di sisinya.

***

"Astaga! Serius kamu tidak perlu melakukan ini, Kak. Aku bisa bekerja dan memberikan uangnya padamu jika mau. Kamu belum benar-benar pulih, demi Tuhan!" Mingyu menggerutu sembari menenteng tasnya dan berlari menyusul Ryuna yang sudah berjalan keluar pekarangan rumah. Gadis itu berdalih ingin mencari pekerjaan lain, padahal Seokjin sudah mewanti-wanti betul untuknya tetap berada di rumah selama masa pemulihan. Ia juga sudah berpesan pada Mingyu untuk menahan kakaknya kalau-kalau si gadis berniat pergi seperti sekarang. Tapi bagaimana pun kerasnya usaha si bungsu, ia tidak bisa menahan kakaknya terlalu lama karena Ryuna pun selalu bersikeras.

ExpiateOnde histórias criam vida. Descubra agora