007. A Salvation

247 54 10
                                    

"Gawat!" Cassie memekik tertahan, kaki melompat ke luar dari dalam taksi yang ditumpangi untuk selanjutnya bergegas memasuki pelataran sebuah rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gawat!" Cassie memekik tertahan, kaki melompat ke luar dari dalam taksi yang ditumpangi untuk selanjutnya bergegas memasuki pelataran sebuah rumah. Suara gelak tawa dan lengkingan keras seorang bocah merambati gendang telinga kala dirinya berhasil masuk. Lantas buru-buru menghilang, digantikan senyap yang gamang serta ekspresi penuh tanya dari dua eksistensi di depannya.

"Kenapa panik begitu?" Ryuna bertanya, lekas berdiri dari karpet yang didudukinya bersama Yuno.

"Syukurlah kau sudah kembali dari salon," tutur Cassie pelan, sontak teringat tujuan awal dan airmukanya kembali berubah cemas. "Berkemas! Cepat pergi dari sini, Nay."

Kernyitan tipis tergambar di dahi. Ryuna merotasikan diri tak mengerti tatkala Cassie mendorong tubuhnya secara paksa usai melempar tas pada pemiliknya serampangan. "Ada apa, sih? Kenapa memintaku buru-buru pulang?" tanyanya kebingungan.

"Yoongi sedang dalam perjalanan."

"Apa?! K- kenapa tiba-tiba? Ini belum jam pulang kantor, bukan? Masih pukul empat."

"Memang." Cassie menyahut sekenanya. Berhenti di depan pintu sesaat ketika Ryuna memakai sepatu. "Dan aku tidak tahu mengapa ia pulang terlalu awal. Yang jelas saat ini, kau harus pulang! Taksiku masih di depan."

Ryuna mengangguk ragu-ragu, segera melesat ke luar dari rumah dan menaiki taksi yang dibicarakan oleh Cassie. Sementara, perempuan tersebut kembali ke dalam dan menemui Yuno yang masih duduk tenang di atas karpet dengan wajah lugu dan bertanya-tanya. Cassie mendekatinya, duduk di sebelahnya dan meraih kedua bahu untuk diberi tekanan kecil.

"Yuno tahu caranya bermain, bukan?"

"Tidak bilang ke ayah soal Kak Ryuna. Yuno paham, Bibi Cass."

"Bagus." Cassie mengelus puncak kepala anak itu seraya bangkit dari atas karpet. Ia menambah, "Mainlah sendiri dulu, Bibi akan siapkan makan malam."

Anggukan kecil diterima dan si perempuan bergerak cekatan di sebalik konter dapur. Memotong beberapa sayur-mayur, daging, dan sosis. Selama prosesnya―berjarak sekitar lima belas menit setelah dimulai―pintu depan akhirnya membuka dan menampilkan seraut wajah lelah milik Yoongi, namun sanggup mematri senyum kelewat cerah yang seolah mampu menggantikan pendaran matahari sore. Cassie menghela napas, lega luar biasa. Setidaknya, ia tidak tahu jika Ryuna barusan datang ke mari.

"O, sudah pulang?" katanya berbasa-basi.

Yoongi mengangguk singkat, "Pekerjaan selesai dengan cepat, jadi bisa segera pulang," ucapnya menjelaskan.

"Kupikir kau menyogok bosmu supaya bisa pulang lebih awal."

"Terlihat sekali, ya, aku suka melakukan hal itu?" Ada kekeh rendah yang menguar, membuat Cassie mengernyitkan dahi; kenapa tiba-tiba temannya jadi ceria begini?

Tak memberi sahutan untuk gurauan barusan, Cassie melihat Yoongi mendekati ruang tengah di mana Yuno sedang duduk sendirian sembari bermain. Raut wajah bocah itu tampak sedikit kesal kala menjumpai manik mata Sang Ayah. Benar-benar membuat Cassie penasaran mengapa Yuno bisa menunjukkan sikap sedemikian jengkel pada orangtuanya.

ExpiateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang