Bagian 17 : Doom Night✨

88 4 2
                                    

"Wuih, barengan nih." Ucap Ravi sembari terus menyendokan chesee cake yang ada di pangkuannya. Tidak ada hentinya untuk makan.

Pesta ulang tahun Tivanka kali ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kali ini di pantai terbuka, namun di tempat pribadi milik keluarganya. Pantai yang di kelilingi pohon-pohon cantik yang sudah dihias dengan lampu tumbler, semakin cantik.

Sepertinya hanya orang-orang terdekat saja yang diundang. Teman sekelas, dan beberapa teman dari kelas lain.

Tivanka, gadis itu tengah asyik berbincang dengan sepupu-sepupunya yang baru saja datang.

Kami berdua baru saja datang, dan menemui Ravi dan Panca yang juga asik makan.

Panca langsung melihat kami berdua tajam, menelisik, kemudian menarik Devara untuk duduk di sampingnya tanpa memperdulikan Davin.

"Kenapa gak minta jemput gue aja?" Tanya Panca sedikit cemberut, sedikit menggemaskan. Devara menahan tangannya agar tidak mencubit pipi temannya itu.

Devara mencomot browniss yang berada di pangkuan Panca, "Sayang sama bensin Panca. Lagian gue sama Davin tetangga, gausah monyong gitu."

"Lo sayang bensin jadi?ga sayang gue?"

"Engga, kenapa?"

"Yaudah." Panca lagi-lagi memonyongkan bibirnya, tidak mau menatap Devara.

"Vi, temen lo ini umurnya 18 tahun apa 8 tahun?" Tanya Devara usil.

"Autuh,suka bikin malu emang anaknya. Maklum ya vin, kaya bocah emang gitu."

Devara lagi-lagi tertawa lepas menatap Panca yang semakin diam. Sebahagia ini ia, walaupun Davin dari tadi hanya diam berdiri memperhatikan ocehan kami bertiga. Laki-laki itu enggan menyambungi apa yang kami bicarakan. Entah tidak mau atau tidak nyaman.

Akhirnya sang pembawa acara datang, Tivanka datang dengan senyum merekahnya.

"Eh, mau soju gak?" Tawar Tivanka sedikit berbisik, takut anak kecil mendengar.

"Eh masih bocah mau soju soju-an, kalau campuran gue masih mau." Ravi menambahkan, membuat Tivanka cemberut.

"Gabisa nyampur gue."

"Gue bisa." Akhirnya Davin membuka suaranya, guna menyarankan apa yang lelaki itu bisa. Devara menganga tak percaya, mengerti apa yang Davin tawarkan saat ini.

"Bisa apa?" Tanya Tivanka sedikit tidak mengerti,dan mencoba berfikir positif.

"Buat." Jawab Davin lagi, lelaki itu tengah santai meneguk minumannya.

"Buat anak?" Mulut Ravi asal bicara, membuat Devara reflek menendang kaki kanannya. Tivanka pun sama, menendang kaki kiri Ravi.

Mulut pria itu benar benar--

Davin terkekeh, "itu juga bisa." Jawabnya enteng, membuat semua mulut ternganga mendengar penuturannya. "Tapi, gue nawarin bukan buat anak, tapi buat campuran soju, biar gak terlalu pahit." Jawabnya lagi, beberapa dari mereka mengangguk setuju.

Lagi pula umur mereka sudah menginjak 17 tahun semua, tidak ada yang dikhawatirkan jika hanya meminum campuran beer ataupun soju.

Akhirnya mereka berempat melakukan acara pesta minum-minumnya dengan semangat, Davin yang menjadi barista dadakan pun tak kalah semangat saat memperlihatkan gayanya mencampur soju yang di beli oleh Tivanka.

•••

"nggghhh." Eluh seorang gadis yang sudah tak memakai busana itu, entah gadis itu sadar atau tidak. Ia memejamkan matanya, merasakan sakit yang hebat di daerah kepalanya.

beberapa saat kemudian ia tersadar ia sedang tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Ia sedang di kasur, dibawah selimut putih tebalnya menghadap kesamping.

Gadis itu, Devara. Ia melihat tangan kekar yang sudah melingkar erat di perutnya. Jantungnya berdetak cepat seriringnya waktu. Nafasnya tercekat. Ia memberanikan diri untuk melihat siapa pemilik tangan itu. Air matanya tergenang di pelupuk mata ketika melihat siapa pemilik tangan itu.

Untuk kedua kalinya, ia kecewa.

Saat bergerak, ia merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan di daerah kewanitaannya. Hatinya sakit, merasa mahkotanya sudah direnggut secara tidak sengaja--bahkan secara tidak sadar oleh lelaki itu.

Ia bangkit dari kasur perlahan,melepaskan tangan yang melingkar di perutnya, hatinya tergores saat melihat pemandangan lelaki yang juga sama sama tidak berbusana itu, bercak darah di sprai--dan juga pakaian yang berserakan di lantai kamar.

Devara segera memungut pakaiannya dan segera memakainya, mencari tas dan ponselnya yang tergeletak disana.

Gadis itu tak tersadar air matanya sudah jatuh beberapa kali, dengan jalan yang tidak stabil, Devara keluar dari Villa milik Tivanka. Mencari jalan besar dan menyetopkan salah satu taksi yang lewat.

"Komplek mawar ya pak." Ucapnya sesegukan.

Untuk kedua kalinya ia kecewa, hatinya kembali teriris saat harus menerima keadaan yang baru saja ia alami.

"Nih dek,tisu."

Devara yang terus menangis itu menerima uluran tisu yang diberi oleh supir taksi itu.

"maka-makasih om."


TBC

About The Past✓ [Kim Rowoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang