Do the Plan

2.1K 252 13
                                    

Hari sudah berganti. Sakura bangun pagi dan bersiap-siap, kemudian memberi Kiba makan dan mengajak Kiba main di halaman wilayah miliknya.

"Sakura" teriak Tenten masuk tanpa permisi ke wilayahnya, ia sama sekali memanggil langsung nama Sakura tanpa embel-embel.

Sakura tampak mengerutkan alisnya, merasa tak begitu senang dengan sikap Tenten yang dinilai kurang sopan baginya.

"Maaf aku tidak izin, aku sangat rindu dengan anjingku" membuka suara dengan cepat karena melohat ekspresi tidak nyaman Sakura. Mereka memang belum sedekat itu.

"Aku maafkan, tapi nona Tenten, tolong jangan panggil namaku. Aku rasa kita tidak sebegitu dekat" Sakura berbicara dengan jujur dan sopan. Kata-katanya rapih dan tegas tampa terdengar berlebihan. Tenten hanya tersenyum besar melihat Sakura.

"Kiba~" panggil Tenten pada anjing labrador miliknya. Kiba langsung menghampiri pemiliknya itu.

"Nona Sakura kalau begitu aku pamit membawa pulang Kiba ya" ujar Tenten mencoba dengan lebih sopan. Entah mengapa seketika ia segan dengan Sakura.

"Nona mau langsung pulang? Aku pikir ada baiknya kita berbincang sedikit, kita sama-sama calon pendamping putra permaisuri. Aku mau kita lebih akrab" tawar Sakura dengan nada yang sedikit diberi tekanan, agar Tenten tidak menolak.

"Ah... Baiklah" jawab Tenten sedikit ragu, ia rasa Sakura memiliki niat tertentu mengajaknya berbincang.

Bukan hal yang sulit bagi Sakura memanipulasi. Sebagai Breixo yang dilatih sebagai calon permaisuri. Manipulasi adalah hal penting agar semua dapat berjalan sesuai kemauannya. Ia memberi beberapa tekanan pada kata-kata tertentu dengan komposisi kata yang baik, agar lawan bicaranya patuh.

Sakura menyiapkan teh dan kue kering.

"Dari kemarin aku ingin sekali berbicara lebih dalam dengan nona Tenten, namun tidak bisa" ujar Sakura sambil menuangkan teh untuk Tenten. Tenten hanya memerhatikan Sakura dengan baik. Tenten lebih tua setahun dari Sakura, ia memiliki kepribadian ceroboh dan penuh semangat.

"Bagaimana kesan pertamamu bertemu pangeran Sasuke?" tanya Sakura, ia ingin memahami Tenten agar memastikan Sasuke tidak salah menikahi seorang gadis.

"Ketika Sasuke dikirim ke luar oleh putra mahkota Itachi kami bertemu, tepatnya saat aku kerampokan di pasar. Ia membantuku menangkap pencuri itu. Aku pikir Sasuke adalah pria yang kuat dan dapat diandalkan. Kami akhirnya sering bertemu jatuh cinta dan berencana menikah" kata Tenten. Sakura mengamati tiap perilaku Tenten dengan hati-hati.

"Ah, kisah yang romantis. Aku jadi iri" ujar Sakura sambil tersenyum. Tenten merasa Sakura sudah sedikit melunak.

"Bukannya kau-- maksudku Nona Sakura dan Putra Mahkota juga dekat? Aku dengar dari pangeran Sasuke, nona setia menemani calon suami anda sampai semua stabil. Apalagi kemarin malam saat Putra mahkota dengan jujur menjawab pertanyaan permaisuri. Aku pikir anda lebih romantis" kata Tenten membantah ucapanya Sakura.

"Seberapa banyak pangeran Sasuke bercerita tentangku?" Sakura bertanya pelan.

"Banya--- cukup sering, mungkin karena nona terkait dengan kakak kesayangannya" Tenten tampak sedikit canggung karena hampir salah bicara.

Mereka berbincang cukup lama. Sakura hanya menampilkan senyum. Melihat jawaban-jawaban Tenten, Sakura menyimpulkan, bahwa Tenten tidak mencintai Sasuke. Namun tidak ada niat jahat atau keinginan memanfaatkan Sasuke. Sakura bersyukur, itu saja cukup. Sasuke bukanlah orang yang bodoh dalan memilih pasangan.

Tepat sore hari Tenten kembali ke negerinya, ia meninggalkan Adelard.

Matahari mulai tenggelam. Sakura sudah bersih dan bersiap membaca buku diatas kasurnya dengan menggunakan gaun tidur berwarna putih.

Baru saja ia berniat membuka buku bacaannya, terdengar suara ketukan. Ia segera membuka pintunya dan menemukan pengawal milik Itachi berdiri disana.

"Malam nona, maaf menganggu. Ada berita penting, Putra Mahkota jatuh sakit, anda diminta ke kediamannya sekarang" Ujar pria itu, Sakura dengan segera mengambil mantel dan pergi menuju tempat Itachi. Hatinya gelisah, baru saja semua mulai membaik.

Sesampainya disana, ia menemukan tabib, Sasuke dan Mikoto yang berada disekitar ranjang Itachi. Itachi berbaring disana dengan keringat, dan wajahnya tampak merah.

Sakura membungkuk hormat pada keluarga kerajaan tersebut, dan melangkah masuk.

"Bagaimana keadaan Putra mahkota?" tanya Sakura pada tabib disana. Tabib hanya menggeleng bingung, ia sendiri heran dengan kondisi Itachi yang tampak drop.

"Tuan Itachi, bangunlah" panggil Sakura pada Itachi yang tampak menggigil, ia menyentuh jidat Itachi perlahan dan merasakan temperatir yang amat panas.

"Tidak bisa seperti ini" ujar Mikoto sambil memegang kepalanya. Sakura dan Sasuke memandang Mikoto tampak bingung.

"Fugaku tak kunjung sehat, keadaan Itachi pun mengkhwatirkan" kata Mikoto.

"Sasuke pernikahanmu akan kucepatkan, kau menikah duluan. Kau akan kujadikan Kaisar" ujar Mikoto sambil memastikan dirinya tidak salah mengambil keputusan. Ia gelisah dengan keadaan suami dan anaknya, tapi negara bukanlah suatu hal yang dapat disisihkan.

"Apa? Ibu?! Pernikahan bukanlah hal yang main-main?!" ujar Sasuke tampak panik. Sakura mengernyitkan dahinya.

"Kau kan sudah punya calon, kita sudah ketemu kemarin. Ibu tidak ada masalah, kau yang memilihnya, jadi jika dipercepat harusnya bukan masalah" kata Mikoto membalas anak bungsunya tersebut.

"Tapi aku-"

"Ibu akan mengurus segalanya, kau cukup hubungi Tenten dan kerajaan sihir. Ibu sangat lelah nak, jangan ajak ibu berdebat" kata Mikoto. Mikoto belum pulih total, tapi sudah dipaksa berpikir dan bekerja keras.

Dengan wajah kesal, Sasuke keluar dari kamar Itachi dan membanting pintu.

'Dia kenapa sih?' batin Sakura.

"Yang Mulia Permaisuri beristirahatlah, anda tampak kurang baik. Biar aku yang menjaga putra mahkota" ujar Sakura pada Mikoto. Mikoto mengangguk dan pergi bersama orang-orang miliknya. Tabib juga turut undur diri.

Sakura menatap Itachi miris. "Bangun tuan" kata Sakura sambil menatap wajah Itachi.

Dalam hening Sakura berpikir. Pada akhirnya dia gagal menjadi permaisuri. Ada perasaan sedih, bukan karena ia ingin sekali menajdi permaisuri. Tapi selama hidupnya, itu tujuannya dilatih. Jika calon suaminya gagal menjadi kaisar, segala hal yang ia lakukan rasanya agak sia-sia.

Belum lagi dengan tanggapan keluarga Breixo. Pasti Kerajaan Adelard dianggap menghina Breixo. Ia menggantung status Sakura cukup lama, dan malah menjadikannya istri seorang pangeran.

"Jika kau bukan kaisar, apa artinya aku boleh jatuh cinta denganmu?" tanya Sakura pada Itachi yang tampak tidak tenang dalm tidurnya.

"Ayah-ibuku bilang jangan mencintai kaisar, kalau kau bukan kaisar, apa sekarang aku boleh jatuh cinta?" Sakura terdiam dan memikirikan jawabannya. Dan hasilnya nihil.

Semua rencana akan berubah total, dia hanya akan menjadi putri. Tapi jika begitu, apa artinya ia bisa menikmati hidup lebih baik? Apa ia boleh jatuh cinta dengan pasangannya? Itachi bukan putra mahkota lagi jika benar-benar Sasuke naik.

"Cepatlah membaik tuan, aku akan membalas perasaanmu ketika kau bertahan" bisik Sakura sambil tersenyum, ia telah menyimpulkan segalanya.

Sedangkan jauh disana, tepatnya kerajaan sihir, sesosok pria berbaju hitam menyelinap masuk kedalam satu rumah.

Ia masuk lebih jauh, kedalam sebuah kamar besar. Terdapat seorang perempuan berbaju merah dengan cepol 2 dikepalanya. Gadis itu sedang bercermin, ia mendengar suara pintu miliknya berbunyi.

"Kiba apa itu kau?" tanyanya.

"Kiba?" panggilnya lagi.

"Ki--kiba- AKHH" teriak gadis itu, dan semua menggelap.























































"Aku sudah memutuskan kau adalah ambisiku, 1001 jalan akan kutempuh hingga kau jadi milikku"

The Lonely QueenDonde viven las historias. Descúbrelo ahora