Tiga puluh satu

7.9K 1K 138
                                    

Hai-hai. Ini mulai seru terus. Part ini panjang banget, karena kalau di cut ditengah akan gantung parah. Dan gue tau banget kalian nggak suka digantung kan? So, siapin jantungnya karena bakalan deg2an. Enjoy voters!!

***

Dia berjalan cepat-cepat. Ingin segera tiba di ruangannya dan bekerja. Sudah beberapa hari berlalu semenjak pertemuannya dengan Radit dan Asha. Dia yakin sekali gadis itu memiliki hubungan istimewa dengan temannya. Karena itu belakangan ini emosinya benar-benar sulit dikendalikan. Bahkan setelah hampir setiap malam dia bertandang ke tempat Anggara dan melampiaskannya disana.

Wajah gadis itu selalu mengganggunya. Saat ini lebih parah lagi, hampir setiap waktu tanpa bisa dia hentikan. Bagaimana wajah itu terluka, menangis, atau marah padanya. Dan kalimat terakhir gadis itu sungguh mengusiknya. Dia tidur dengan perempuan? Apa maksudnya? Kenapa Asha bilang begitu padanya? Apa ini adalah salah satu bentuk kepura-puraannya juga? Tapi luka itu jelas sekali. Dalam dan kosong. Bagaimana Asha bisa memalsukan tatapan matanya? Aji, tim Asha dulu bahkan bilang bahwa Asha tidak pernah bisa berbohong. Tanan tahu itu, karena itu dia makin gusar. Karena seharusnya setelah Asha berkhianat padanya dulu, gadis itu setidaknya merasa bersalah kan? Tapi gadis itu seolah lebih terluka daripada dirinya sendiri.

Juga kenyataan tentang hubungan baru gadis itu dengan sahabatnya sendiri. Betapa dia ingin menghajar Radit karena sudah menyentuh Asha, menggenggam tangan gadis itu atau berbisik mesra. Sudah sejauh apa hubungan mereka?

Lalu tentang betapa seringnya saat ini mereka bertemu. Entah itu pertemuan tidak sengaja yang tidak direncanakan di lift, di kantin, di area kantornya. Atau meeting-meeting project dengan gadis itu. Atau bahkan conference call yang dimana Tanan hanya mendengar suaranya saja diseberang sana tapi dadanya tiba-tiba bisa bergemuruh hebat. Ya Tuhan, dia benar-benar mau gila.

Kegusarannya berhenti sejenak karena ponselnya berdering.

"Ndra. Keterlaluan lo." Suara Mareno Daud diseberang sana.

"Pagi Ren. Nggak ngantor lo?"

"Gue nggak pernah mau sombong. Tapi gue yang punya perusahaan aja nggak separah itu sibuknya. Atau lo beneran menghindar dari gue?"

Tanan terkekeh. "Karena lo yang punya perusahaan mangkanya jadwal lo lebih longgar Ren. Lagian ngapain gue menghindar dari lo. Emang kita pacaran dan lagi berantem apa?"

Reno yang tertawa kali ini. "Gue beneran pingin kumpul Ndra. Gue udah denger dari Arga soal lo dan Radit. Tapi ayolah, kesampingkan itu dulu. Kita ketemuan dulu. Weekend ini kita janjian ya?"

Selama beberapa saat dia diam saja. "Gue ada acara kantor di luar kota. Gue masih banyak banget Ren. Nanti gue hubungi lo begitu gue bisa."

"Malam ini deh, habis kantor." Reno masih membujuk kawannya. "Radit nggak ada di Indo Ndra. Kita itu berarti Arga, lo dan gue. Harus banget kalian kayak kecil begini ya?"

Tanan masih diam saja, menimbang ragu. Apa dia siap mendengar celotehan konyol Arga tentang hubungan baru Asha dan Radit? Bagaimana jika dia emosi lagi?

Ada suara helaan nafas Reno disana. "Gue mau ngomong soal Asha. Gue penasaran."

Ketika nama itu disebut, punggungnya langsung menegang tegak. Tanan masih duduk di kursinya tapi dia lebih mendengarkan seksama.

"Lo masih ingat Asha?" Hanya Mareno yang kenal dengan Asha saat dulu mereka masih berhubungan. Ya, karena usia pertemanan dia dan Mareno lebih lama daripada Radit dan Arga.

"Bagaimana gue bisa lupa sama satu-satunya cewek yang sudah bikin sahabat gue yang introvert tergila-gila sampai banyak melakukan hal-hal yang impulsif dulu." Reno terkekeh sebelum melanjutkan.

"Sebelum gue tahu cerita soal Radit dan lo, gue ketemu Asha di airport waktu baru sampai Jakarta. Dia sedang jemput temannya. Gue tanya soal lo ke dia. Dia juga bilang kalau kalian sudah nggak bareng lagi, sudah lama. Karena itu gue penasaran Ndra. Ada apa dengan kalian? Diluar dari cinta segitiga kalian sekarang ini. Dulu, lo putus sama dia itu kenapa Ndra?"

Tanan menghela nafasnya. "Ceritanya panjang Ren. Gue sudah nggak mau bahas lagi. Dia ngomong apalagi sama lo?"

"Kita ketemu deh. Ini senjata pamungkas gue sebenernya buat seret lo dari tempat persembunyian lo. Sekalipun sebenernya gue males ngurusin love life orang. Tapi gue terlanjur penasaran."

"Ren, gue beneran nggak bisa hari ini."

"Gue ke kantor lo dan seret lo keluar. Siapa nama bos baru lo? Delia ya? I know her." Reno terkekeh.

Tanan tertawa juga, paham benar apa arti intonasi suara Reno itu. "Gue nggak mau denger cerita soal bos gue dari mulut lo." Dia menggelengkan kepalanya. Predikat Reno sebagai Don Juan memang sudah melekat lama. Sekalipun dia tidak mengerti kenapa Reno yang banyak berada di luar negeri bisa mengenal bosnya saat ini. Tapi lingkaran orang-orang kaya itu kecil. Mungkin karena itu mereka saling mengenal.

"See you this evening Bro. Tempat biasa."

Pintunya sudah diketuk oleh Alya ketika dia menutup ponselnya. "Pak, Bu Angel sudah menunggu."

Dia mengangguk lalu berlalu keluar ruangan sambil mengangkat laptopnya.

Dia mengangguk lalu berlalu keluar ruangan sambil mengangkat laptopnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Love, Hate and Something in between (TERBIT)Where stories live. Discover now