Tiga puluh

8K 899 71
                                    

Kali ini Tanan benar-benar melukainya...lagi. Ya, laki-laki brengsek itu melukainya lagi. Jelas-jelas Asha sudah berusaha bersikap biasa saja dan tidak ingin memancing keributan apapun. Dan dia bilang Asha pura-pura terluka? Gadis itu masih bersumpah serapah sepanjang hari mengingat kalimat Tanan tadi.

Semua yang terjadi membuat dia marah atau lebih tepatnya murka. Sedikitnya dia merasa bersyukur bahwa akhirnya dia memutuskan untuk benar-benar melupakan laki-laki itu saja setelah kejadian tadi. Dia tidak akan mau meratapi Mahesa Tanandra lagi. SELAMANYA.

"Sha. Gue duluan ya. Ridwan jemput dibawah. Lo kok nggak pulang-pulang?" Tanya Jena sambil melirik jam dipergelangan tangannya. Jam tujuh malam.

"Duluan aja Je."

Dahinya mengernyit heran melihat sahabatnya ini. Ada yang aneh dari sikap Asha sejak siang tadi. Gadis itu seperti, marah. Tapi entah kenapa. "Lo nggak apa-apa kan?"

Asha hanya mengangguk. Matanya menatap Jena sebentar. "Gue pinjem ruangan lo sebentar ya."

"Jam delapan lampu luar dimatikan. Baiknya lo beres-beres sekarang dan lanjutin di coffee shop bawah aja."

"Nggak apa-apa gue disini aja."

"Take care Dear, see you." Jena tersenyum lalu pergi.

Lima belas menit setelah Jena berlalu ponselnya berbunyi. Radit.

"Kamu dimana?"

"Masih diatas."

"Saya sudah sampai nih. Saya ke atas ya?"

"Tamu itu sudah nggak bisa keatas jam segini Dit."

"Ya udah, saya tunggu di coffee shop bawah. See you."

Asha menghela nafasnya. Tiba-tiba saja wajah Tanan berkelebat lagi dan dia menggelengkan kepalanya kuat lalu segera membereskan alat kerjanya. Pukul 7.30 dia sudah berada didalam lift dan seolah semuanya belum cukup, sudah ada Tanandra disana. Pandangannya dingin sekali. Dia melangkah masuk kedalam lift sambil menatap Tanan seolah laki-laki itu adalah musuh abadinya selama ini. Dia tidak akan gentar, sudah cukup.

Mereka hanya berdua dengan posisi berdiri berdampingan. Jantungnya berisik sekali. Tapi kali ini karena dia marah, benar-benar marah dan ingin menampar wajah sosok disebelahnya serta meluapkan segala emosi yang dia punya.

"Apa maksud kamu tadi?" Suara dalam itu bertanya.

Asha tertawa ringan sambil menatap Tanan berani. "Don't...start again."

Untung saja ada orang lain yang masuk dari lantai berikutnya. Jadi mereka diam sampai tiba di lobby. Asha melangkah panjang-panjang menuju coffee shop di lantai bawah. Matanya menangkap sosok Radit sedang berjalan kearahnya dengan gelas kopi di tangan. Wajah Radit tersenyum lebar pada Asha, namun ekspresinya berangsur berubah ketika melihat Tanan berusaha mensejajari langkah Asha.

Lengan Asha ditahan oleh Tanan. Mereka berhadapan lagi.

"Jelaskan ke saya apa maksud kamu tadi?" Pandangan Tanan tajam sekali, menatapnya.

"Saya tidak perlu menjelaskan apapun." Asha mendesis marah sambil menatap laki-laki dihadapannya ini.

"Saya harus tahu." Tanan juga berbisik. Tangannya tidak melepaskan lengan Asha.

"Lepas." Asha menatap tangan Tanan. Dia sadar benar Radit sudah berada disebelahnya.

"Lo dengar dia. Lepas."

Tangan Tanan malah makin kuat mencengkram. "Apa lo sekarang merasa lebih pantas?" Matanya sudah menatap Radit marah.

"Ya. Ada masalah?" Dua laki-laki itu sudah berhadapan.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Love, Hate and Something in between (TERBIT)Where stories live. Discover now