Sebelas

8.3K 1K 32
                                    

"Bohongi yang lain Sha. Jangan gue, please." Mereka sudah di kamar mandi mall. "Ada apa sebenarnya?"

Wajahnya sudah selesai dia basuh. Pikirannya kalut sekali saat ini. Mengetahui bahwa Tanan berada di satu perusahaan yang sama dengannya. Apa yang harus dia lakukan? Resign? Dia menyukai apa yang dia kerjakan sekarang. Ini hidupnya saat ini. Tapi bekerja bersama laki-laki itu, apa dia mampu?

"Sha!"

Tubuhnya sudah bersender di dinding yang dingin. Dia bahkan membiarkan air dari wajahnya menetes begitu saja membasahi kemeja.

"Mahesa Tanandra, apa dia yang bikin lo begini Sha? Apa dia orangnya?"

"Je, please." Asha menggeleng lemah. Dia tidak merasa tidak berdaya dan ingin menangis saja.

"Asha, cerita ke gue jadi gue bisa bantu Sha. Kita bisa bantu."

"Bantu apa Je? Mecat dia? Gue ngerti posisi lo tinggi. Tapi yang rekrut dia itu Delia dan Angel."

"Jadi bener dia Sha? Apa dia itu laki-laki yang tadi papasan sama kita?" Jena melihat sekilas sosok laki-laki itu. Tapi sungguh dia tidak menyangka bahwa itu adalah orangnya. Dia juga belum sempat bertemu dengan Tanandra karena dia baru kembali dari cuti.

"Gue harus gimana Je?" Asha kacau sekali. Air matanya sudah menggenang, bingung.

"Begoooo....kenapa bisa kebetulan begini sih." Jena berdecak kesal. Setelah berpikir sesaat dia berdiri menghadap Asha.

"Lo itu, perempuan terkuat yang gue tahu. Dengan semua yang lo udah lewatin di kantor kita bertahun-tahun ini, dengan semua dera dari Delia atau David atau Angel, lo bisa lewatin semuanya."

"Tapi gue nggak pakai hati Je. Semuanya professional jadi gue bisa. Yang ini beda Je."

"Sama. Dia sama-sama manusia. Sama kayak bos-bos kita."

"Jee...you don't get it." Asha merasa Jena tidak paham dengan kegelisahannya.

"Yes I get it. Lo nggak boleh lari Sha. Tunjukkin ke dia apa yang dia sudah sia-siakan selama ini."

Asha masih menggigit bibirnya cemas.

"Jangan pernah kepikiran berhenti. Gue seret lagi lo kesini." Ancam Jena. "Asha, ini sudah bertahun-tahun Sha. Sudah cukup. Dunia ini isinya bukan cowok itu doang." Jena memeluk Asha, dia ingin membagi semangatnya. "Gue ada disini. Kita, ada disini. Dan kalau ada yang harus pergi, ya dia orangnya. Bukan lo."

Kalimat-kalimat Jena memang diam sejenak di kepala Asha. Tapi entah untuk berapa lama. Ini semua seperti adu nyali. Permainan Asha dengan ayahnya ketika kecil dulu. Ya, ayahnya akan bilang hal yang sama seperti Jena.

'Jangan takut, hadapi!'

Pertanyaannya adalah, apa bisa dia menghadapi ketakutannya ini?

***

Ini sudah lewat dua minggu dan masih belum ada kabar dari Asha. Entah kenapa Radit mulai gelisah. Pada banyak kasus sebelumnya sungguh sangat mudah untuknya menarik minat wanita karena semua yang dia miliki. Ini pertama kalinya ada seorang wanita yang benar-benar mengabaikan dia seolah dia mahluk tak kasat mata. Dia tahu ini klise, bahkan jika Reno atau Arga atau bahkan Andra tahu perihal kegelisahannya ini dia bisa jadi bulan-bulanan mereka. The Great Radita Tanubrata dengan segala pesonanya bisa dianggap sebelah mata. Ditambah lagi sekarang dirinya sendiri yang tidak bisa berhenti memikirkan wanita itu.

Sebenarnya dia bisa saja bertandang lagi ke apartemen Asha. Tapi seluruh sisa ego yang masih dia punya melarangnya untuk melakukan hal itu. Dia benar-benar berharap Asha segera menghubunginya setelah itu dia akan langsung terbang ketempat gadis itu berada. Sialnya, harapannya itu sia-sia saja.

Love, Hate and Something in between (TERBIT)Where stories live. Discover now