Dua puluh enam

7.4K 991 87
                                    

Asha berjalan mondar mandir gelisah di ruang tengah villa. Sahabat-sahabatnya duduk saja sambil melihatnya heran. Mereka sudah mendengar sebagian cerita dari Asha tentang bagaimana dinner mereka berjalan. Juga pertemuannya dengan Sam.

"Jadi sebenernya lo khawatir yang mana sih Sha?" Sandra bertanya bingung. "Andra? Apa Radit? Apa Sam?"

"Duh, Sam itu nggak ada hubungannya deh San. Dia itu out of the scope."

"Tapi dia dibawa-bawa sama Andra sebelumnya. Nama Sam disebut sama Andra pas dia emosi sama lo di ruang meeting." Ujar Jena. "Andra tahu soal Sam?"

"Tahu. Dia tahu Sam itu mantan pacar gue. Tapi ya udah itu aja." Asha menatap teman-temannya gemas. "Duh gue beneran khawatir Radit dan Andra berantem atau apa gitu, dan itu gara-gara gue. Gue nggak mau GR dan nggak berharap ini semua jadi begini. Tapi ekspresinya Radit tadi bikin gue cemas. Dia kayak, marah."

"Ya iyalah marah. Bayangin jadi Bapak CEO dengan semua kuasa yang dia punya, horang kaya pula, cewek mana juga mau sama dia. Eh terus ada cewek yang dia kejar-kejar nolak dia mulu, gara-gara siapa? Gara-gara mantan pacarnya tuh cewek yang dulu pernah sakitin cewek itu dan ternyata itu sahabatnya sendiri. Berapa jenis ego tuh yang kesenggol. Lo tahu cowok ego-nya setinggi langit ketujuh." Ujar Alya gamblang.

"Duh Alya. Jangan gitu dong. Gue kan dari awal udah ngingetin Radit dan berusaha bilang ke dia baik-baik. Biar nggak salah paham begini."

"Lagian lo jujur amat sih Sha jadi orang. Gue nggak nyangka lho, elo bilang aja gitu apa yang lo rasa dan cerita soal status lo dulu sama Andra." Sandra kali ini.

"Karena gue nggak mau ini semua berlarut-larut San. Gue nggak pernah mau jadiin Radit pelarian atau bahan uji coba gue buat move on. Atau cowok manapun lah. Mangkanya gue nggak mau deket-deket cowok karena paham akan jadi begini nih."

"Elo ada benernya Sha. Tapi, bukan berarti lo menutup hati lo terus. Itu juga nggak bener." Jena yang bijaksana berbicara.

"Terus sekarang gimana dong?" Asha menatap kawan-kawannya putus asa.

"Ya nggak gimana-gimana dong Sha. Kalau memang mereka berantem, ya biarin aja berantem. Udah gede kan? Ini lo khawatir sama Radit kan Sha? Bukan Andra?" Tatap Alya tegas.

Asha menggosok tangannya. Tiba-tiba dia merasa dingin. Matanya tidak menatap kearah teman-temannya.

"Asha, jangan bilang sekarang lo lagi khawatir sama Andra." Alya menegaskan lagi.

"Gue khawatir sama dua-duanya. Bapak itu kan tangannya lagi luka."

"Ya Tuhanku. Gue nggak ngerti otak lo kenapa yah kalau sama Bapak itu. Bisa halu. Dia udah selingkuh Sha, selingkuh. Lo diguna-guna ya?" Alya masih kesal.

Sandra dan Widya malahan tertawa. "Confirm, Asha udah diguna-guna."

"Gue khawatir juga sama Radit. Kalian jangan gitu dong."

Sandra dan Widya malah tambah tertawa keras. "Sumpah lo dari dulu nggak bakat boong. Nggak kayak Jena tuh jago ngeles."

"Heh, itu namanya berpolitik. Penting tuh kalau posisi udah diatas." Kelak Jena.

"Sha, daripada bingung better kita nyanyi aja." Ekspresi konyol Sandra sudah disana. "Gue pilihin lagunya ya."

"What? Nyanyi? Kok bisa sih kalian kepikiran nyanyi?" Omel Asha.

Sandra yang tidak perduli malahan berbisik pada Widya yang langsung menyambungkan ipodnya dengan peralatan stereo di ruang tengah villa itu.

"Ini udah malem gila. Tidur aja deh, pusing gue." Asha sudah ingin berbalik badan sampai Sandra menariknya lagi.

Love, Hate and Something in between (TERBIT)Место, где живут истории. Откройте их для себя