Sembilan

8.5K 1K 26
                                    

Asha berjalan cepat-cepat ke ruangan meeting. Pagi ini dia terlambat bangun karena kepalanya masih sakit sekali. Dia heran juga, dulu, ketika dia masih mencintai hujan, tidak ada efek negatif pada tubuhnya ketika dia hujan-hujanan sekalipun. Tapi sekarang? 'Sha, nggak perlu berfilosofi pagi-pagi.'

"Pagi Sha. Pak Gani sudah di ruangan." Ujar Aji.

Asha hanya mengangguk lalu masuk ke ruangan meeting. Aji sudah menyiapkan sample-sample packaging yang Asha minta. Setelah satu jam berdiskusi, dia sudah mempunyai kesimpulan dan solusi untuk kasus ini. Tapi memang ini membutuhkan investasi dan ketika kaitannya dengan uang, Asha paham benar ini tidak akan mudah. Kecuali, jika vendor yang memproduksi packaging bisa menyesuaikan bentuk packaging dengan design yang lebih ramah pakai.

Gani sudah pergi dari ruangan meeting menyisakan Aji dan Asha saja.

"Ji, siapkan dua hal. Solusi satu kita ganti mesin itu. Cek depresiasinya dan book value untuk mesin lama. Cek harga mesin baru, lead time kedatangan dan berapa lama proses dokumentasi untuk pembelian asset kita. Solusi lain, hubungi vendor packaging, kita harus meeting dan agar mereka ajukan design yang lebih ramah pakai. Atau cara lain yang tidak memberatkan mesin tua kita."

"Okey."

"Satu lagi. Analisa pro-kontra seperti biasa. Kapan bisa siap? Karena habis itu saya harus ke David, Angel, dan Delia." Asha menghela nafas berat. Perjalanan panjang untuk kapasitas mesin yang baru.

"Kamu bisa langsung ke Delia Sha."

"Ya, tapi saya bisa diamuk David dan Angel. No-no. I will do it in the correct way."

"Lama lho. Kamu tahu Angel itu susahnya minta ampun."

"Karena itu sementara menunggu, mesin tua itu harus disupport dengan design packaging yang baru. Hubungi vendor buat janji meeting dengan mereka disini."

"Okey."

***

"Ya, Jena kemana? Kok nggak ada di meja?" Widya menghampiri Alya dimejanya.

"Jeje cuti hari ini."

"Gue ada meeting sama Delia besok. Butuh data dari Jena." Mata Widya melirik kedalam ruangan Delia yang sebagiannya kaca.

"Lo call aja HPnya."

"Itu Delia lagi sama siapa?"

Alya langsung tersenyum sumringah. "Finance Director baru. Ganteng deh. Hidih lo mesti lihat tampangnya yang cowok banget. Badannya keren banget lagi. Ya ampuuun. Semogaaa dia terima jadi kerja disini. Adem hati gue langsung."

"Yee...gue bilangin Farid lho."

"Kan buat pemandangan doang Wid. Lo mah nggak asik deh. Gue gossip sama Sandra aja deh." Alya pura-pura merajuk.

"Tapi emangnya kayaknya ganteng sih." Mata Widya melihat sosok yang duduk membelakanginya didalam ruangan Delia.

"Emang kelihatan?" Alya ikutan melongok ke arah ruangan Delia.

"Rambut keren. Gue suka."

Alya tertawa. "Tumben lo lirak-lirik. Biasanya perduli cuma sama data doang."

"Dia Finance Director atau Finance Manager?"

"Director. Report langsung ke our CFO Madam Angel yang sulit itu. Menangani bagian Finance for sure, Tax, Credit, IT, Audit and so on."

"Oooo...gue pikir Manager bukan Director."

"Tadinya juga gue pikir gitu. Tapi ternyata Director bok. Dugaan sementara gue, gajinya ketinggian kali. Jadi Delia masukin semua tanggung jawab yang lain. Biar sekalian."

Love, Hate and Something in between (TERBIT)Where stories live. Discover now