Nightmare

455 48 0
                                    

Puncaknya malam sudah mereka lewati, kini hari sudah menjelang subuh. Pukul tiga dini hari, Alsya masih terjaga di samping ranjang Dirga. Beberapa jam yang lalu, ia melihat jelas bagaimana keajaiban Tuhan itu terjadi. Bagaimana hebatnya kuasa Allah yang akhirnya membuat Dirga kembali kepadanya. Lelaki itu memang belum sadar, tapi setidaknya sekarang Alsya tau, dia masih bernyawa.

Alsya melihat sekilas, kearah Abram yang sedang tertidur pulas diatas sofa. Lelaki itu pasti kelelahan, seharian mengurus pertandingan, dan harus mengurus Dirga sejak kejadian itu. Bagas duduk tepat di dekat kakinya, masih tetap terjaga, sama seperti Alsya.

Andi sendiri sedang keluar sebentar, menuju tempat penginapan untuk mengambil barang-barang Dirga. Menurut kabar yang tadi disampaikan kepada Alsya, semua atlet Cakrawala akan kembali ke Aceh besok sore, bersama dengan semua pelatih dan pembimbing mereka. Alsya mengiyakan hal tersebut, bagaimanapun, semua atlet itu masih berstatus sebagai pelajar, tidak baik jika ketinggalan pelajaran terlalu banyak.

Staf mereka juga menyampaikan, pengalungan medali dan pemberian penghargaan kepada pemenang akan dilangsungkan besok pagi. Untuk mewakili Dirga, pihak Cakrawala meminta Alsya untuk hadir langsung di gelanggang.

Alsya membelai pelan surai Dirga, kemudian pergi sebentar untuk melihat Abram. Keponakannya itu tidur dengan sangat nyenyak, matanya terlihat sedikit sembab akibat tadinya sempat menangis. Alsya mengambil jaket yang tersampir di tangan sofa, kemudian menyelimuti tubuh Abram dengan benda itu.

"Kasihan dia capek banget hari ini," lirih Alsya sambil memperhatikan wajah Abram.

"Iya, Mbak. Kelihatan banget dari wajahnya. Terlebih dia belum makan, tadinya langsung tidur," ujar Bagas.

"Serius belum makan?"

"Iya, Mbak. Tadi saya udah suruh dia makan dulu. Tapi ga mau."

Alsya menghela nafas pelan, karena terlalu sibuk mengurusi Dirga, Abram sendiri sampai lupa akan kepentingan dirinya.

"Saya mau keluar sebentar, titip Abram sama Dirga, ya, Gas," ujar Alsya sebelum berlalu pergi.

"Siap, Mbak."

Alsya rencananya ingin ke kantin sebentar, mencoba mencari makanan yang nantinya bisa dimakan untuk sedikit mengganjal perut. Ia tak mau jika Abram ikut-ikutan sakit karena kelelahan dan tidak makan. Namun, ditengah perjalannya, ia bertemu dengan Andi yang baru saja kembali dari penginapan.

"Mbak, mau kemana?" Tanyanya.

"Mau ke kantin," jawab Alsya.

"Dari tadi Ara nelpon terus, Mbak," ujar Andi membuat Alsya mengurungkan niatnya untuk ke kantin. Sejak tadi ponsel Alsya memang masih dikantongi oleh Andi. Dan sialnya, mereka juga sempat menghubungi Andara saat suasana duka tadi. Berkali-kali, namun tidak dijawab.

"Tapi ga saya jawab," sambungnya sembari memberikan ponsel Alsya kembali.

Alsya mengambilnya, kemudian mengingat sederet pesan yang tadinya Fairuz sampaikan, ketika lelaki itu menelponnya melalui ponsel Bagas. Fairuz meminta untuk merahasiakan ini dari Andara, demi kebaikan gadis itu juga. Takutnya dia akan ngotot meminta untuk menemui Dirga. Fairuz tak ingin ujian Andara yang sudah di depan mata, terganggu karena hal ini.

Drtt!! Drtt!!

Ponsel Alsya kembali bergetar, ia langsung melihat kearah layar tersebut. Dan, ya, nama Andara tertampang jelas di sana.

"Siapa? Ara lagi?" Tanya Andi yakin.

Alsya mengangguk mengiyakan. Wanita itu masih diam, membiarkan ponselnya terus bergetar tanpa menunjukkan tanda-tanda untuk segera menjawab.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Where stories live. Discover now