Rintik menjambak rambutnya sendiri." ARGH! Kenapa hidup gue nggak pernah bahagia?!" Teriaknya.

Dengan emosi yang meluap, ia menonjok tembok rooftop. Bukan temboknya yang terluka melainkan tangannya. Sela-sela jarinya mengeluarkan darah, nafasnya memburu, matanya memerah.

Darahnya berjatuh mengenai sepatu sekolahnya. Ia belum sempat untuk mengganti pakaiannya, ia masih memakai seragamnya yang penuh dengan darah ayahnya.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Isakan tangis mulai terdengar. Tubuh Rintik merosot, ia terduduk lemas dengan bersandar di dinding rooftop.

Ia melirik sebuah besi yang terletak di sampingnya. Otak waras nya tidak berfungsi saat ini. Ia tersenyum miring lalu menyayat tangannya dengan menggunakan besi. Darah segar mengalir dari tangannya.

"RINTIK!"

Suara menggelegar tidak dapat memberhentikan kebodohan Rintik. Vani berlari menghampiri Rintik." Jangan bego Rintik!" Bentak Vani.

Vani menahan tangan Rintik. Rintik meronta-ronta melepaskan tangan Vani." Lepasin gue!"

"Tolol! Lo mau ngapain hah?! Mau bunuh diri?! Goblok! Lo pikir masalah Lo bakal selesai gitu?! Jangan bertindak bodoh!" Balas Vani.

Rintik menatap Vani dengan tatapan kosong. Tangannya melemah dan membuat besi tersebut lepas dari genggamannya." Hiks... Hiks..."

Mendengar isakan Rintik membuat emosi Vani meluntur seketika. Ia langsung mendekap tubuh Rintik. Vani mengelus-elus rambut Rintik." Ada gue, Rin. Lo bisa berbagi kesedihan lo sama gue."

Rintik menangis di pelukan Vani." Kapan penderitaan ini berakhir Van? Hiks... Hiks... Gue pengen bahagia!"

Vani tak kuasa menahan air matanya. Ia sedikit terisak sembari mengelus-elus punggung Rintik." Suatu saat lo bakal bahagia, Rin."

🌿🌿🌿

Ruangan bernuansa putih dan bau obat-obatan yang menyeruak kini di penuhi oleh banyak orang. Setelah dokter memberitahukan bahwa Alfa telah siuman, semua keluarga bernafas lega. Alfa hanya cidera ringan dan tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Tania sangat antusias ketika mengetahui Alfa sadar, ia duduk di samping Papahnya." Papah mau minum?" Tawarnya.

Alfa mengangguk. Tania menyodorkan gelas yang berisi air kepada Papahnya." Makasih, Tania." Ucap Alfa. Tania menganggukkan kepalanya dan kembali meletakkan gelasnya.

Pandangan Alfa beralih ke arah Rintik yang tengah duduk di sofa. Alfa tersenyum melihat putrinya baik-baik saja. Rintik membalas senyuman Alfa, ingin sekali ia memberi minum ke Ayahnya seperti yang Tania lakukan. Tapi apa boleh buat, dia sadar. Kedudukan Tania lebih darinya.

Rintik berjalan mendekati Ayahnya. Ia tersenyum getir." Makasih udah nolongin Rintik. Maaf, karna Rintik. Ayah jadi seperti ini." Ucap Rintik.

Tania memutarkan bola matanya mendengar penuturan kata Rintik, ia melirik tidak suka ke arah Rintik. Entahlah, ia sangat benci dengan Rintik. Karena Rintik, Papahnya harus di rawat di rumah sakit.

Rintik menundukkan kepalanya." Maaf, selama ini Rintik udah kurang ajar sama ayah." Ucap Rintik." Jujur, Rintik sayang banget sama Ayah." Batinnya.

Alfa menggelengkan kepalanya lalu memeluk putrinya erat." Kamu nggak perlu minta maaf, ini semua salah ayah." Ucap Alfa.

Air mata Rintik tidak dapat di bendung lagi. Ia membalas pelukan Ayahnya. Ia menangis tersedu-sedu." Hiks... Hiks... Hiks..."

Alfa mengelus-elus rambut putrinya." Jangan nangis sayang." Ucap Alfa. Tapi tetap saja, Rintik tidak bisa menahan air matanya untuk turun.

Billa menghapus air matanya. Ia tersenyum melihat mantan suaminya dan putrinya yang tengah berpelukan." Semoga keluarga kita bisa kembali seperti dulu, Al."

Rintik hujan [COMPLETED]Where stories live. Discover now