Dirga berhasil mengambil sebilah pisau dari seorang penjahat itu. Awalnya ia menendang keras tangannya yang membuat pisau itu terjatuh ke lantai. Dirga dengan segera mengambil pisau itu, meski harus menerima pukulan keras di punggungnya, yang penting ia sudah punya senjata sekarang.

Dengan kegesitan gerakan yang mampu ia kuasai, Dirga langsung memainkan pisau yang ada ditangannya. Beberapa penjahat yang ilmu beladirinya hanya asal ada, langsung Dirga taklukan dengan menggores pisau itu ke bagian tubuh mereka. Entah itu tangan, leher, dan bagian mana saja yang bisa ia jangkau. Tenang, Dirga tetap memperkirakan setiap kelakuannya, dia tidak berniat untuk membunuh disini.

Karena mereka semua sudah mulai lengah, dan hanya tersisa beberapa, Dirga langsung berlari cepat, menghampiri Andara. Dengan pisau yang masih ada di tangannya, Dirga langsung memutus tali yang mengikat tangan Andara. Ia membantu Andara berdiri dengan baik, namun ditengah itu penyerangan kembali terjadi.

Dirga menggenggam erat tangan Andara, mengarahkan gadis itu untuk selalu berada di belakang tubuhnya. Sekarang Dirga hanya bertahan dengan sebelah tangannya, berusaha menangkis dan sesekali menyerang balas.

Dirga berusaha untuk membuka jalan, jika sudah memungkinkan ia akan mengeluarkan Andara lebih dulu dari tempat ini. Keberadaan Andara disini sangat rawan, anak itu sama sekali tak bisa beladiri, lain cerita dengan Anindya yang waktu itu bisa sedikit membantu Dirga.

"Keluar sekarang!" Perintah Dirga sambil sedikit membalikkan badannya, melihat Andara.

"Abang gimana?" Cicit gadis itu takut. Ia sudah cukup trauma melihat perkelahian ini.

"Gausah mikirin abang dulu. Sekarang tugas kamu keluar dari sini. Cepat lari!"

"Tapi__"

"ABANG BILANG LARI, LARI, ANDARAA!! KELUAR SEKARANG!"

Andara tersentak kaget mendengar teriakan Dirga, lelaki itu bahkan mendorong tubuhnya dengan kuat. Tak ada pilihan lain, ia langsung berlari ke luar dari ruangan itu.

Setiap ada orang yang berusaha mencegatnya, Dirga dengan sigap langsung menerjang orang tersebut hingga terkapar di lantai.

Dirga sendiri sebenarnya sudah babak belur. Terdapat luka sobek yang cukup lebar di pelipis kirinya. Sudut bibirnya juga berdarah karena beberapa kali terkena bogem mentah dari orang-orang ini. Perutnya, jangan ditanya. Sakit luar biasa sudah Dirga rasakan sejak tadi. Entah sudah berapa kali perutnya mendapati tendangan keras, bahkan pukulan dari sebuah balok.

Kini ia tengah berhadapan dengan seorang lelaki tambun dengan warna kulit yang gelap. Lelaki itu sejak tadi hanya tertawa sinis melihat perlawanannya. Ia membawa sebatang balok ditangannya, membuat Dirga sedikit pasrah akan apapun yang terjadi setelah ini. Jujur, dia sudah lelah.

"Kau mau menyerang kah?" Tanyanya meledek.

"Asal kau tau, adikmu itu sudah kulecehkan sejak tadi. Hemm, kulitnya cukup bagus. Sangat lembut ketika dibelai. Dia juga cukup cantik, sayangnya aku tidak sempat mengajaknya untuk bermain."

Nafas Dirga memburu ketika mendengar pernyataan lelaki tambun itu. Ia tak menyangka bahwa adiknya telah disentuh oleh manusia biadab seperti itu. Jika tadi ia sempat pasrah, maka kali ini tidak lagi. Ia bersumpah akan membalas siapapun yang berani melecehkan adiknya.

Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Dirga langsung mengarahkan pisau ke lengan lelaki itu. Kali ini goresannya cukup kuat, membuat darah segar langsung mengucur deras. Saat lelaki itu kesakitan, ia langsung mengambil ancang-ancang untuk mengeluarkan tendangannya. Lelaki itu tidak terlalu tinggi, jadi kakinya masih sanggup menjangkau kepala lelaki itu.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Where stories live. Discover now