12.

54 16 13
                                    

Happy Reading 🌻
Vote dulu skuy:)

Terlihat seorang lelaki yang berjalan mondar-mandir didepan pintu ruang operasi, rasa cemas, takut, berharap bercampur menjadi satu. Rasanya ia ingin berlari menerobos masuk ruang operasi untuk melihat gadis itu, ia sangat ingin menemaninya disaat-saat seperti ini. Tapi apa boleh buat, kalaupun dia menerobos masuk kedalam juga tidak ada gunanya, belum lagi dia pasti diusir dari dalam sana.

Bukan hanya lelaki itu yang merasa cemas, tapi kedua orang tua gadis itu, dan teman-temannya yang lain juga merasakan kecemasan.

Merasa jengah dengan tingkahnya, teman-temannya itu menyuruhnya untuk duduk diam tenang. Ingin sekali dia melayangkan tinju untuk temannya itu, bagaimana dia bisa tenang sedangkan ada yang tengah berjuang didalam sana antara hidup dan mati.

"Ka puyeng gue lihat lo kek gini, duduk ngapa!"

Ucapan itu tetap dihiraukan oleh lelaki yang memiliki paras tampan diatas rata-rata. Ia tidak mendengarkan apa yang diucapkan temannya.

Tiba-tiba ia merasakan kerah belakang jaketnya tertarik, ia dipaksa duduk oleh salah satu temannya yang juga sudah terlalu jengah melihat ia seperti setrika. Wajahnya mengisyaratkan kemarahan, matanya melotot tajam pada si penarik.

"Apa-apaan lo Sat?!" Si pelaku yang menarik jaket Arka dan memaksa Arka duduk ternyata adalah si Satria. Siapa lagi emang yang seberani itu pada Arka yang sedang marah? Tentu saja si Satria, nggak mungkin juga si kudaniel dan kawan-kawan.

"Apa?! Protes?!" Balas Satria lebih galak, ia sudah jengah melihat tingkah temannya itu.

Melihat wajah Satria yang juga berubah galak, Arka memalingkan wajahnya, ingin berdebat dengan Satria dia juga pasti akan kalah karena Satria memang benar.

"Nih lo obatin luka lo!" Perintah Satria dengan melemparkan segala macam obat untuk mengobati luka yang tercetak ditubuh Arka.

Arka memicingkan mata kesal, bukannya bantu ngobatin malah tambah nyiksa aja batin Arka. Lagian si Satria ngelemparnya bukan main, udah ngelempar pake urat pas kena luka Arka lagi. Dengan tampang tidak pedulinya, Satria mengacuhkan Arka dan duduk kembali di kursi.

Bukannya segera ngobatin lukanya, Arka malah kembali sibuk melamun menatap pintu ruang operasi, sedangkan obat yang dilempar Satria tergeletak dipangkuannya.

Daniel menyadarkan Arka dari lamunannya. "Ka, gue tau lo khawatir. Tapi sekarang muka lo ancur, mending obatin dulu."

Lagi-lagi Arka tidak mendengarkannya, hahhh sudah jadi hal biasa bagi Daniel jika Arka mengabaikannya. Mengambil kantung kresek di pangkuan Arka, Daniel mencoba membantu Arka untuk mengobati lukanya. Walaupun Daniel sendiri merasa ogah-ogahan untuk mengobati dirinya, tapi Daniel masih punya rasa kasihan melihat wajah yang biasanya songong itu hancur seperti ini.

"Hadep sini lo!" Perintah Daniel.

"Gak."

"Ka, ini mumpung gue baik hati. Kapan lagi lo liat gue baik hati ngobatin luka lo?"

Arka hanya melirik Daniel dengan tatapan tajamnya yang membuat Daniel berdeham takut.

"Ka, lagian kalau nanti Ella sadar terus liat muka lo yang ancur gitu pasti dia jadi sedih," Sahut Kevin yang sedari tadi diam saja memperhatikan keduanya yang debat.

Setelah diam selama 10 menit, Arka berbalik menghadap Daniel. Sedangkan Daniel tidak konek melihat Arka, berdecak sebal Arka memberitahu Daniel.

"Obatin?!" Katanya kasar. Udah nyuruh-nyuruh, pake nada kasar lagi.

SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang