Chapter 3.6

49 15 34
                                    

Jika manusia menganggap dunia begitu membosankan, bagi Vanessa seisinya tampak penuh dengan warna kalau ia harus membandingkannya dengan laboratorium tempat ia tinggal. Rasanya keluar sekali dalam dua tahun sudah cukup.

Namun, tiada guna agaknya mengeluh sebab harus mendekam begitu lama di laboratorium biogenik. Bertahan hidup selama hampir mencapai tiga belas tahun usianya, bersama gen Kirika dan juga serum yang membuat fisiknya tumbuh menjadi belia berumur dua puluh tahun bahkan sudah menjadi anugerah bagi Vanessa.

Sang ibunda, Aleah, pula memenuhi kebutuhannya. Buku, lukisan, hingga sulaman ... kegemaran Vanessa yang silih berganti tak pernah menjadi masalah besar untuk dituruti. Pun, Vanessa tak pernah bosan-bosan menekuni apa yang sudah tersedia, maka ia tak punya waktu untuk mengeluh akan perintah memingit diri di ruangannya.

Betapa Kirika mengagumi kesabaran yang dimiliki adik manisnya.

Seharusnya Vanessa menyelesaikan sulaman edisi musim gugurnya hari ini. Begitu saja ia tinggalkan pembidang yang telah mengait kain dengan sketsa ranting maple, lantas ia menerima ajakan Kirika untuk bermain keluar.

Pergi bersama sang kakak—atau begitulah selama ini ia menyebut Kirika—ialah sebuah peristiwa yang langka sekarang. Dia mengerti kesibukan yang diemban Kirika, mengakibatkan sang Madam teramat sulit menyisihkan waktu untuknya, bahkan di akhir pekan sekali pun.

Beberapa hari lalu ia sudah berpuas diri menikmati susu kocok labu karamel di cuaca dingin persis seperti hari ini. Teramat mudah mengumpulkan dedaunan gugur untuk dijadikan koleksi jurnal Vanessa, tetapi sayangnya mereka tak menemukan kupu-kupu mengingat tak banyak bunga di taman. Pun, tak mereka dapati nutrisi yang dibutuhkan ulat sebelum menjelma kepompong.

"Aku tidak pernah berkeinginan melibatkanmu dalam pekerjaan kami, Vanessa. Tapi kelihatannya Bibi sudah menceritakan semuanya padamu."

Vanessa mengangkat tangan dengan tergesa-gesa sementara manik cerinya tertuju kepada karamel labu yang hampir habis. Dia menyedotnya sampai habis, bahkan hingga gelas menggemakan bunyi sisa-sisa cairan yang tersangkut di dalam sedotan.

Kirika tersenyum lebar mendapati reaksi si adik merasakan ubun-ubunnya membeku. Namun, gelengan kecil bersama wajah semringah darinya membuktikan bahwa ia sedang menikmati sensasi dingin di dalam otaknya.

"Sangat sulit merekrut orang-orang baru setelah semua yang telah terjadi, Kakak." Meski manik ceri tersebut tak memandang lurus kepada sepasang delima di hadapannya, akhirnya empunya bersuara dengan tenang. "Lagi, barangkali kita kehabisan waktu untuk menaruh percaya terhadap orang lain.

"Aku kandidat yang tepat untuk situasi ini, Kakak. Percayalah padaku."

Sekarang sudah saatnya membalas budi.

Di sinilah ia. Salah satu ruang konseling dengan perabotan sederhana, bernuansa putih susu hingga cokelat gelap. Sementara waktu Vanessa dipersilakan duduk menelusuri seisi ruangan, menanti si psikiater kembali.

Dia membuang nama belakangnya hari ini. Sehari berperan sebagai Vanessa Krueger, pasien baru klinik psikiatri di salah satu distrik Yokohama. Pun, secara kebetulan, menjadi pasien pertama yang berkunjung untuk Akira Kurihara kali ini.

"Senang bertemu dengan Anda, Nona Krueger." Suara Akira sukses mengalihkan perhatian Vanessa. Tenang sekali ia berujar, pula ia duduk tanpa sedikit pun melontar tatapan curiga. Itulah yang membuat Vanessa sedikit lega.

Puas dirinya memandangi rambut yang lebih gelap dari foto kartu identitas lama si psikiater, lantas manik ceri Vanessa lantas mempertemukan diri dengan dua netra dengan warna yang berbeda; segelap malam dan secerah langit musim panas. Tatapan yang ia lontar senantiasa menyambut ramah orang-orang yang ia temui.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now