Chapter 3.4

75 19 65
                                    

Merupakan sebuah perihal mengejutkan, seseorang yang berupaya keras mendapatkan jabatan tertinggi, memilih mengundurkan diri. Belum lagi performanya yang lebih dari kata luar biasa. Padahal, sedikit pun hujan tak tampak, konon lagi badai.

Orang-orang memang menganggap guraiannya bagai angin lalu mengenai pengunduran diri dini. Namun, sayang ... hatinya bersungguh-sungguh akan pernyataan itu.

Bukan sebab ia menginginkan gaji yang lebih besar di Alford Corp., tetapi justru Leona sudah berencana bergabung ke divisi kemiliteran perusahaan ini ketika Kirika menjabat sebagai CEO di sana. Sedikit pun tak ia temukan persyaratan berat untuk masuk ke dalam sini. Yah, itu pun jika dibandingkan dengan syarat masuk ketentaraan negaranya.

Memang ... kalau boleh mengaku, masuk divisi kemiliteran Alford Corp. ia jadikan pelarian dari masa lalu yang gagal masuk sebagai bintara tentara negaranya.

Begitu entengnya Leona melepaskan lencana dan meninggalkan aparat kepolisian setelah bertahun-tahun bertahan di sana, mengucapkan selamat tinggal kepada para kolega yang paling dekat dengannya tanpa mengadakan pesta. Dia sendiri terkekeh jika mengingatnya.

Di sinilah dia sekarang. Kadangkala ia juga mengerahkan tenaga membantu sang ayah melatih para prajurit. Leona harus mengaku ia lebih menyenangi kegiatan seperti ini. Konon lagi, kini ia mendapatkan tugas yang cukup menarik.

Baru-baru ini ia tiba di Yokohama. Berpuas diri mengambil napas setelah menempuh perjalanan panjang menuju kemari, akhirnya Leona melangkahkan kaki ke tempat yang ia tuju.

Sebenarnya Leona agak tergoda untuk bertamasya sejenak, konon lagi Yokohama merupakan salah satu tujuan turnya dulu setelah Tokyo. Dia ingin mengunjungi beberapa museum dan pecinan besar di sini, lalu berkeliling mengitari Yokohama sekadar menghilangkan jenuh. Namun, ia lebih memilih untuk bergerak cepat menyelesaikan tugasnya sekarang.

Sepanjang jalan, ia harus mengaku, sudut Jepang mana pun bahkan sudah cukup untuk dijadikan tempat cuci mata. Tenang dan bersih, lagi teramat sukar dihinggapi bising. Maka sudah cukuplah bagi Leona berjalan kaki di jalanan sunyi.

Yah, lagi pula siapa yang ingin menikmati liburan musim panas di gang kecil? Konon lagi sepi, beberapa sudutnya bahkan terlihat kurang menyenangkan.

Namun, jika hendak mencari bar untuk diijadikan tempat menikmati beragam minuman cantik, orang-orang bisa berkunjung ke sini dan menemukannya tepat di tengah gang.

Agaknya Leona tak perlu meneliti plang nama bar yang diukir minimalis. Dia langsung mendorong pintu, membiarkan gemerincing lonceng pintu menyambut kedatangannya.

Manik birunya langsung bertemu seisi bar bernuansa krim yang dipadukan dengan warna cokelat yang diisi oleh sejumlah meja dengan dua sampai empat kursi. Satu pun belum ada yang berpenghuni. Lantas Leona menyapu pandangan ke kiri, pula ia langsung mendapatkan bar panjang dari batu marmer hitam yang memberikan kesan elegan. Tersedia beberapa kursi berkaki panjang berjajar di sana.

Konon Leona melangkah menghampiri, bersamaan seorang wanita yang sedang mengelap gelas menampakkan diri.

"Selamat datang." Begitu ia berujar dengan senyum menawan. Namun, sama sekali ia belum tertarik mengalihkan perhatian dari gelas di tangannya. "Kau datang lebih awal, ya."

Sekejap Leona mengerti dengan perkataannya.

Tampaknya wanita ini cepat tanggap dalam menerima informasi tugas yang akan dijalani. Emily Harrison, Leona mengingat namanya ada di dalam data agen rahasia dari perusahaan.

Sebenarnya sosok Emily cukup mengejutkan Leona. Sorot mata cemerlang nan riang yang dimiliki Emily sama sekali tidak mencerminkan pekerjaan yang diembannya. Konon lagi gen blasteran yang menempel pada diri Emily sukses menciptakan wajah imut dan karena perawatan, terlihat awet muda. Orang-orang yang melihatnya pasti sering mengira bahwa ia adalah anak SMA.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now