15. Cinta dan Benci

Start from the beginning
                                    

"Err..." Raisa nyanyi lagu Batak? "Kurang lebih. Sebelas dua belas lah, Mak. Sama kuat juga."

"Kuat?" Mak Hasiholan mendengus terhina. "Kau bilang aku apa?"

"K-kuat..." Gigi jadi panik. "Kuat menghadapi cobaan hidup maksudnya."

Mak mencebik kurang puas. "Eh, sombong kali, kau! Kau pikir hidupku ini sudah, hah?"

"Jangan marah gitu, Mak..." Gigi melanjutkan dengan gigih. "Itu kan kelebihan Mak. Kalau kekurangan ada nggak Mak?"

Mak Hasiholan mengusap-usap dagunya yang berlapis-lapis. "Kekurangan, ya? Hmm, susah kali pertanyaan kau ini. Apa ya? Kalo cantik aku udah paling pol. Uang? Banyak. Satu sekolah ini kan cuma aku yang boleh jualan. Kalo aku nggak dagang tewas kelaparan kalian semua. Hahaha! Soal kuat, udah pasti. Nggak ada yang berani macam-macam sama aku di sini!"

"Kekurangan, Mak," Gigi memelas. Ternyata aku meremehkan kadar kepercayaan diri si Mak! "Ayo dong... Pasti ada kurangnya, kan?"

Mak Hasiholan meringis tak sabar. "Aku sempurna, tahu kau lae?"

Ciko mulai terbahak geli, tapi Gigi menendang kakinya supaya diam. "Kalau kasih sayang dan kehangatan? Kira-kira kekurangan nggak, Mak?"

Si penjaga kantin melotot. Wajahnya berubah merah padam, dan tangannya yang gempal langsung bertengger di pinggang. "Kau bilang aku apa? Eh, lancang kali mulut kau ini! Nuduh aku macam-macam kau rupanya, ya?"

Gigi langsung mundur. Ciko menariknya supaya cepat-cepat kabur dari kantin. Kemarahan si badak betina sudah bangkit.


...


Mereka bertiga pindah ke halaman depan dan menenangkan diri di bawah sebuah pohon rindang dekat pos satpam.

"Elo sih, Gi!" kata Ciko menyalahkan. "Udah tau si Mak itu emosian. Pake lo tanyain macem-macem lagi. Jadinya ngamuk kan!"

"Gue kan mencoba, Ko!" kata Gigi. "Kayaknya harus ganti strategi, deh. Nggak bisa pakai cocok-cocokan antara kekurangan atau kelebihan."

"Gimana kalau kasih kado?" usul Lulu. "Kayak waktu kita kasih bingkisan misterius buat Eka? Tapi kali ini kita pastikan Cinta sendiri yang menerimanya."

Setelah kegagalan dengan Pak Eka, Gigi sebetulnya kurang yakin dengan saran itu. Dia sedang memikirkan opsi lainnya ketika ada yang menghampiri pos.

"Siang, om!"

Yang menyapa itu adalah seorang anak laki-laki berseragam SD. Gigi menebak anak itu pasti nggak lebih dari sepuluh tahun. Pipinya bulat tembam dan celana pendeknya terangkat sampai di atas perut.

"Halo!" Mang Ucup keluar dari posnya. "Wah, adek siapa?"

"Aku Ucok," kata anak itu. "Aku mau ketemu Mama."

Gigi, Ciko dan Lulu menonton dengan ingin tahu.

Mang Ucup menggeser pagar sampai terbuka dan menunduk di depan anak kecil itu. "Mama kamu siapa, Ucok? Apa Mama kamu guru di sini?"

Ucok menggeleng. "Bukan. Mamaku di kantin. Hari ini aku pulang cepat, makanya aku mampir dulu ke sini."

Gigi dan Ciko ber-ooh serentak. "Anaknya si Mak!" kata Lulu.

"Sekarang masih jam istirahat, kakak-kakak di dalam belum masuk kelas," kata Mang Ucup ramah. Dia menyilakan Ucok untuk masuk. "Kamu tunggu di sini dulu, ya? Mamang temanin. Nanti selesai istirahat, Mamang antar ke kantin."

Ucok mengangguk patuh dan menunggu di dalam pos satpam. Mang Ucup menawari anak itu kue kering dari toples dan mulai mengajaknya ngobrol. Awalnya Ucok masih jaim, tapi lama-lama dia mulai akrab dengan Mang Ucup. Ucok bercerita tentang sekolahnya, ibunya dan ayahnya yang menikah lagi. Mang Ucup juga bercerita tentang istrinya yang meninggal beberapa bulan lalu karena kanker.

Gigi terkejut mendengar cerita itu. Dia sama sekali nggak tahu kalau suami Mak Hasiholan sudah meninggalkannya, begitu juga dengan mendiang istri Mang Ucup. Sekarang dia paham maksud Bosque menjodohkan Mak dengan Mang Ucup. Dua orang itu saling butuh pendamping.

"Kayaknya Mang Ucup sayang sama anak kecil," kata Ciko setelah mereka mengamati selama beberapa menit. "Si Mak harus melihat ini!"

Gigi paham apa yang dimaksud Ciko. "Tapi gimana caranya, Ko?"

"Nanti lo samperin aja mereka berdua pas Mang Ucup nganterin Ucok!"

Mereka masih mengamati Ucok dan Mang Ucup yang masih asyik bercerita di pos satpam sampai bel pertanda istirahat berakhir berbunyi. Gigi mengeluarkan busur dan panahnya, lalu menjadikan dirinya kasat mata untuk menyusul Mang Ucup yang mengantar Ucok bertemu ibunya di kantin. Lulu ikut bersamanya.

Setelah Gigi pergi dan Ciko kembali ke kelas, sesosok pria bertanduk dengan mata merah menyala dan kulit bersisik yang sedari tadi menunggu di balik semak-semak bergerak. Dia menatap Gigi yang tak kelihatan, lalu tersenyum culas. 

MENDADAK CUPID! [TAMAT]Where stories live. Discover now