Bagian 9 [Sehari Bersama]

19.7K 1.8K 147
                                    

"Setiap jejak kenangan baru yang dibuat, sudah terekam jelas dalam kamera pengingat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setiap jejak kenangan baru yang dibuat, sudah terekam jelas dalam kamera pengingat. Entah kapan kamera itu akan diingat lagi. Mungkin saat perpisahan yang sebenarnya terjadi."

_Malaika Farida Najwa_

_Malaika Farida Najwa_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~MUN 2~

Hembusin angin menamparku dengan halus, membawa kembali kesadaranku yang sempat punah saat melihat wajahnya. Untuk beberapa saat, tidak ada suara yang terdengar di telinga. Pertemuan dengannya lagi seperti menghunuskan pedang pada batang pohon. Membekas dan akan selalu menancap sebagai luka.

Ada kalanya kata perpisahan hanya terucap lewat lisan. Semuanya kembali lagi pada takdir yang ditetapkan sang maha kuasa. Walaupun ribuan kali aku meminta kisah kami berakhir, itu tidak akan terjadi tanpa restu dari sang maha penulis takdir di lauhil mahfudz.

Aku sudah berusaha untuk mencegah pertemuan ini terjadi, namun Allah memberikan jalan yang berbeda. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Semua sudah terjadi dan terekam jelas di depan mata. Kaset yang menyimpan kenangan bersamanya kembali berputar. Mengambil satu persatu jejak kisah baru yang mulai dibuat. Kisahku dengan mas Fadlan yang mungkin masih akan terus berlanjut.

"Azzam mau main sama abi umi." Azzam memeluk leher mas Fadlan dengan erat. Aku menunduk untuk menahan sakit yang terasa diulu hati. Sakit karena menyadari bahwa kebahagiaan Azzam bersama abinya hanya sementara.

"Najwa." Mas Fadlan memanggilku dengan suara yang begitu lirih, seolah ada permohonan yang turut ia sampaikan dari panggilan singkat itu."Aku tidak akan memaksakanmu, tapi aku akan sangat senang jika kamu memberiku izin untuk bersama dengan Azzam."

Aku menutup mata perlahan, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi semuanya. Jika memang mas Fadlan tidak mau memaksaku, seharusnya dia tidak datang dalam kehidupanku lagi.

"Umi pasti kasih izin abi, ya kan umi?" Azzam bertanya.

Aku memberanikan diri untuk menatap wajah dua makhluk adam di depanku. Senyum kupaksakan keluar dari sudut bibirku. Aku berusaha menahan sesuatu yang terasa sakit saat melihat cahaya berkilauan dari cincin di jari manis laki-laki itu.

Tasbih Hati (MUN 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang