Bagian 1 [Menolak]

35.2K 2.6K 381
                                    

“Kita mungkin tidak ditakdirkn bersama mas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kita mungkin tidak ditakdirkn bersama mas.”

_Malaika Farida Najwa_

~MUN 2~

Aku bahagia, sangat bahagia. Aku merasa seolah kenangan indah kembali menghampiriku sekali lagi. Setiap momen yang tertangkap oleh panca indera seperti tak ingin kulepas. Kisah cintaku perlahan mulai membuka pintu kebahagiaan.

Aku merasa semuanya seakan mimpi yang tak sempat kuraih. Mas Fadlan benar-benar kembali. Ia sekarang tepat berada di depanku. Kami melepas rindu dengan menatap satu sama lain. Aku tahu semua itu adalah dosa. Mas Fadlan tidak lebih dari sekedar mantan suamiku. Kami tidak seharusnya berzina pandangan seperti ini. Namun setiap kisah pahit yang kami lewati seolah mendorongku untuk terus melihatnya.

Setelah sekian lama jarak dan waktu membentang ditengah kata berpisah, hari ini ia mengatakan sesuatu yang membuat jantungku kembali berdetak tidak karuan. Mas Fadlan melamarku Dia melamarku dengan sepenuh hatinya, tanpa paksaan dan tanpa permintaan. 

“Aku ingin Alan, bukan Fadlan.” Kukatakan hal itu sambil terkekeh. Mas Fadlan tersenyum. Kami tertawa dengan suasana yang tak pernah kami duga. Air mataku perlahan turun.

Aku sedih sekaligus bahagia. Setelah sekian lama kisah kami dihujani dengan beribu masalah, Allah kembali mempertemukan kami untuk kesekian kalinya. Aku harap ini akan menjadi akhir dari semuanya. Aku bisa hidup bahagia bersama mas Fadlan dan Azzam. Kami akan membentuk keluarga yang diimpikan semua wanita. Namun harapan itu perlahan memudar seiring dengan derap langkah seseorang yang perlahan mendekat.

Aku merasakan ada hal lain yang belum kuketahui. Apalagi ketika aku melihat senyum mas Fadlan menghilang ketika sosok itu kini tepat berada di sampingnya. Aku pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Waktu itu mas Fadlan membawa wanita hamil saat pertemuan kami di bandara. Dan kali ini aku mendapati hal yang sama. Namun bedanya yang kutemui sekarang adalah wanita cantik dengan jilbab berwarna senada dengan pakaian yang mas Fadlan kenakan.

“Di—dia siapa mas?” Aku memberanikan diri untuk bertanya. Aku tidak ingin salah paham lagi. Sudah cukup aku terus menyimpan pertanyaan seorang diri.
Aku menatap mas Fadlan cukup lama, namun laki-laki itu seperti tidak mau menjawab. Ia seolah ingin menghindar dari pertanyaan yang kuajukan. Apa aku melewatkan sesuatu? Tapi apa?

Assalamualaikum mbak.” Wanita itu tersenyum sambil mengucap salam. Tanganku bergetar ketika memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan segera kudapati. Apa aku boleh meminta satu hal? Jika iya maka aku ingin wanita itu mengatakan sesuatu yang tidak membuatku runtuh. Itu saja.

“Saya Shanum mbak, istrinya mas Fadlan.”

Aku menutup mata perlahan. Ada apa ini? Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa aku baru saja melewatkan satu hal yang begitu penting? Semua pertanyaan itu menggema di salam otakku. Suara-suara keramaian bandara seolah hilang dalam sekejap. Aku hanya bisa mendengar suara jantungku yang kian berdetak cepat. Aku memukul dadaku yang terasa sesak. Kenapa aku bisa lupa menanyakan kemungkinan yang satu itu? Kemungkinan jika mas Fadlan sudah menikah lagi.

Tasbih Hati (MUN 2)Where stories live. Discover now