Bagian 3 [Istri Kedua]

28.7K 2.2K 294
                                    

“Ini mungkin terdengar egois, tapi aku tidak bisa melepaskan salah satu diantara mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ini mungkin terdengar egois, tapi aku tidak bisa melepaskan salah satu diantara mereka.”

_Muhammad Fadlan Al Ghifari _

_Muhammad Fadlan Al Ghifari _

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~MUN 2~

Jam perlahan mulai melangkah maju. Setiap menitnya seolah tak terasa. Rentetan peristiwa yang terjadi selama hari ini membuat kepalaku semakin berputar. Apalagi jadwal penerbanganku ke Jakarta terpaksa harus ditunda karena keadaan umi. Semuanya seakan berantakan hanya karena satu kejadian.

Sebuah kisah baru kini terukir di lembaran-lembaran hidupku yang tak pernah kubayangkan. Aku seperti disiksa oleh cobaan yang lain. Aku sudah berusaha untuk bersabar selama ini. Aku tidak ingin nafsu dan egoku menjadi bumerang untukku sendiri. Aku menghargai keyakinanku akan cobaan dari Allah dan hikmah di dalamnya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak pernah memberikan cobaan yang melebihi batas kembampuan hambanya. Untuk saat ini kesabaranku mungkin belum habis. Aku tidak tahu kapan kesabaranku akan berada pada fase akhir. Namun untuk saat ini aku akan berusaha yang terbaik untuk bersikap biasa saja. Aku tidak ingin menyalurkan kesedihanku untuk orang lain.

Aku sekarang bukan Aika yang lemah ketika diberikan puluhan cobaan dalam hidupnya. Aku sekarang adalah Najwa. Aku sudah melalui banyak peristiwa yang menguras emosi dan kesabaran, tapi aku berhasil melewati semua itu. Aku harap untuk cobaan yang kini kembali hadir, Allah memberiku kekuatan untuk bisa bertahan dan berdiri dengan tegak. Setidaknya agar Azzam tidak melihatku dalam kondisi yang menyedihkan.

“Najwa.” Kak Indah memanggilku tepat ketika aku sudah keluar dari kamar umi. Kak Indah adalah istri kak Iqbal. Entah kenapa aku merasa seperti ada sesuatu yang berbeda dari raut wajahnya.

“Ada apa kak?” tanyaku. Kak Indah menarik tanganku dan membawaku duduk di kursi. Tatapannya kepadaku terlihat tidak seperti biasa. Kak Indah nampak khawatir.

“A—ada yang mau kakak beritahu,” jelas kak Indah. Aku memperhatikannya dengan seksama. Apa yang ingin kak Indah katakan sehingga ekspresi wajahnya begitu serius?

Tasbih Hati (MUN 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang