8

1.1K 162 25
                                    

Hay.. hay.. hay...

Aku update nih, yang nungguin tunjuk jari dongg

Yang kangen Icha?
atau
Kangen Galen-Rea?

Kuy merapat, don't forget vote and coments yup😊

Selamat membaca🤗🤗🤗

♡♡♡

Dengan telaten Rea menyuapi ibunya yang terbaring lemah di atas dipan tempat tidur. Luka di pelipis wanita itu sudah ia obati. Rea sudah mengajak Ratih pergi ke dokter, tapi, wanita itu malah menolaknya. Rea takut jika luka yang ditimbulkan ayahnya akan menjadi parah, tapi penolakan ibunya yang bersikeras membuat Rea tak bisa berbuat apa-apa.

"Ibu minum obatnya, ya?" Rea menyodorkan segelas air putih dan sebuah pil obat setelah meletakkan piring yang sudah kosong di bawah kolong ranjang.

Ratih mengangguk. Wanita paruh baya itu membuka mulutnya agar sang anak bisa memasukan pil kecil itu ke dalam mulutnya. Setelahnya dia meminum air dalam gelas yang disodorkan ke mulutnya dengan hati-hati.

Pandangan Ratih beralih pada wajah putrinya yang sedang membereskan obat-obatnya. Ia mengusap sudut bibir Rea yang terdapat luka mengering di sana. Sebelum kemudian memandang anaknya penuh sesal.

"Gimana luka kamu? Sudah kamu obati?" tanya Ratih lemah, merasa bersalah. Seharusnya dia yang mengobati luka anaknya, tapi, malah Rea yang terus-terusan merawatnya.

Rea tersenyum tipis, hanya untuk menunjukan jika dia baik-baik saja. Gadis itu menggenggam tangan ibunya, berusaha mencari kehangatan di sana. "Rea nggak papa, Bu, Ibu nggak perlu khawatir." ujarnya.

Ratih tahu, jika senyum yang diberikan anaknya hanyalah sebuah senyum palsu. Ia tahu jika sebenarnya putrinya sama terlukanya seperti dia, fisik dan batinnya. Tapi, walaupun demikian Ratih tetap tak bisa meninggalkan suaminya. Cintanya terlalu besar, ia  selalu berharap suatu hari nanti suaminya akan kembali seperti dulu.

"Rea kemarin ketemu dia, Bu. Rea juga ngobrol sama dia," ujar Rea pelan, yang langsung mendapatkan perhatian penuh Ratih.

"A--apa? Kam--kamu bicara dengan dia?" tanya Ratih dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Yang dibalas anggukan oleh Rea.

"Bagaimana suaranya? Dia pasti cantik, kan?  Ah, dia pasti sudah tumbuh menjadi anak yang cantik dan pintarkan?" Ratih menjeda kalimatnya sesaat, wajahnya terlihat sendu. "Apa dia bahagia?" tanyanya memandang Rea sungguh-sungguh.

Rea terus mendengar setiap pertanyaan Ibunya. Ia melihat bermacam-macam ekspresi yang menggambarkan kerinduan di wajah Ibunya. Sebelum kemudian dia mengangguk getir, bahkan pelupuk matanya sudah memanas melihat seberapa besar rindu Ibunya. "Dia bahagia. Semuanya menyayanginya, Bu, jadi, Ibu nggak perlu khawatir." Rea menghentikan ucapannya sesaat, hanya untuk melepaskan rasa sesak yang terasa menghimpit dadanya. "Suaranya--suaranya sangat indah. Dan, ya, dia sangat cantik dan pintar." sambungnya lirih di akhir.

"Syukurlah kalau di sana dia diperlakukan dengan baik. Ibu bisa merasa lebih tenang," ujar Ratih tersenyum.

Rea hanya diam. Ia memilih untuk mendengarkan Ibunya yang mulai banyak bercerita. Lagi pula, hari ini juga hari minggu. Jadi, ia bisa sedikit meluangkan waktu untuk mendengarkan semua cerita Ibunya sebelum kemudian dia harus menemui seseorang.

UNTOUCHABLEWhere stories live. Discover now