Chapter 3.10 [EX]

Start from the beginning
                                    

Peluru menghancurkan lantai, pula mengangkat debu-debu dari serpihan semen. Suara bising senapan bertubi-tubi menguasai ruangan sepi. Kalau saja mereka tak mengenakan kacamata penglihatan malam, mereka tak akan berhenti demi membuang-buang waktu melakukan hal yang tak perlu.

Mulailah tampak ratusan peluru sekadar jatuh, menciptakan denting-denting tak serirama. Kirika beserta pasukannya masih berdiri tegak di tengah ruangan, konon pula tanpa secercah luka.

"Terima kasih sudah merelakan diri terlibat dalam proses percobaan tabir pelindung rancangan terbaru. Pun, sebuah keberuntungan bagi kita, para tamu juga dapat hadir sebagai penguji langsung." Demikian Kirika bersuara, menggetarkan hati pimpinan pengkhianat.

Nyaris serentak, tiap-tiap mata berpaling kepada muasal desing yang mengeliling pasukan Kirika. Pimpinan konon mulai menerka-nerka dalam hati bahwa keempat benda itulah yang melindungi sang Madam dari serangan.

Drone pemancar energi pelindung. Kiranya mereka tidak dapat mewujudkan salah sebuah tameng semacam ini dalam waktu dekat, tetapi di sinilah mereka menyaksikan bahwa Alford mampu menampilkannya pada mereka.

Oh, tentu saja seharusnya ini merupakan situasi emas untuk dikenang sebelum ajal menjemput. Betapa tidak. Bahkan masih dalam uji coba saja, keempat drone tersebut mampu melindung sang Madam beserta pasukannya. Pastilah mereka tak mampu membayangkan apa jadinya drone tersebut benar-benar siap digunakan.

Yah, itu jika mereka berada di pihak Alford. Ketimbang takjub, kepercayaan diri mereka yang telanjur terbang tinggi harus jatuh terbanting hingga berkeping-keping atas kegagalan penyergapan yang terjadi.

"Ah, aku melihat Kapten Phoenix juga berada di sini." Kontan kali ini patah kata tersebut sukses mencelos jantung pimpinan pengkhianat. "Kau terlalu marah kepadaku sehingga berpindah pihak hingga mengajak Morgan ikut serta bersamamu, begitu?"

Dia yang disebutkan namanya sekadar memutar bola mata, secepat kilat ia menembakkan satu peluru ke pimpinan pengkhianat yang persis berada di hadapannya. Tentu ia tahu peluru tersebut tak akan tembus dari rompi anti peluru, maka sebelum pimpinan itu berbalik dan membalas serangan, dia menghujam belati tepat ke ulu hati si pimpinan.

Lantas anggota pengkhianat mengarahkan moncong senjata api kepadanya. Drone terbang cepat menghampiri Leona, memancarkan energi yang utuh melindunginya dari hujaman peluru.

Kelengahan ini dimanfaatkan segera oleh Edward yang kemudian melemparkan belati kepada salah seorang musuh yang hendak menyerang punggung Kirika. Dia bergerak cepat keluar dari tabir pelindung, menembak bersama kenekatan mendekati musuh.

Beralih kepada Kirika yang hampir-hampir lolos dari perlindungan pasukannya, kini ia dihadapkan dengan dua musuh yang senjata laras panjangnya kehabisan peluru. Mau tak mau mereka melawan menggunakan pistol. Desingannya lebih halus, tetapi Kirika mampu berfokus kepada kedua suara tembakan. Mudahnya ia menghindar meski tak utuh sempurna.

Dia bergerak maju, membuat bising dengan tembakan bertubi-tubi dan entak sepatu bertumit. Sigap ia menukar magazen yang dirasanya hendak kosong, maka tanpa ragu ia tembak peluru hingga kaca pelindung kepala salah seorang musuh pecah.

Musuh yang tersisa berada tak jauh dari sisinya menembak, tetapi sayang Kirika lebih cepat merunduk. Lantas peluru malah menancap ke kaca pelindung kepala kawannya, pula menerima tendangan di betis hingga membuat ia tersungkur.

Betapa hafal Kirika seragam divisi kemiliterannya, maka ia segera merogoh saku belati dan menggorok leher musuh yang meringis meratapi nyeri tulang duduk, pula ia melempar belati yang sama kepada musuh di belakangnya.

Itu yang terakhir. Pun, menyesal sudah Leona menyorotkan senter senapannya kepada musuh bersama belati menancap di mulut yang persis menembus kerongkongannya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now