'GENDRA' #16

98 24 1
                                    

GENDRA merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Jam menunjukan pukul sebelas malam, dirinya baru saja pulang dari mencari cewek yang membuatnya seharian ini cemas bukan main.

Tangisan tante Sari dari kamarnya terdengar membuat Gendra langsung saja berlari menuju kamar tantenya itu.

"Ma, kenapa?"tanya Gendra setelah mendapati tantenya sudah menangis tersendu-sendu di sebelahnya ada Alardo yang sedang menenagkan Mamanya itu.

"Ndra, Ndra, ini gimana Ndra?" Tante Sari mengguncang-nguncang tubuh Gendra

Gendra dibuat heran dengan pertanyaan tante Sari itu, pasti ada yang tidak beres. "Alena dibawa Dery, Ndra."

Raut wajah Gendra berubah seketika, benarkan kecemasannya selama ini, kedekatan cewek itu dapat membahayakan dirinya sendiri atau keberadaannya yang membahayakan cewek itu. Gendra tak bisa berkata-kata lagi.

"Bangsat!"batinya.

"Ma, mama bohongkan?"tanyanya kurang yakin.

"Ndra, kita harus cepet cari dia Ndra,"ucap Alardo.

"Rumah om Dery,"saran Alardo

"Ayo Ndra,"ucap Alardo lagi.

Sebelum benar-benar pergi Sari memperingatkan kadua anaknya itu untuk berhati-hati. Datang ke rumah Dery sama saja masuk dalam kandang macan gila kelaparan.

"Ajak yang lain aja gimana Ndra?"tanya Alardo mendapat gelengan dari Gendra. Meminta bantuan anggota Damon bukan pilihan yang terbaik. Malah bisa saja menambah masalah.

Alardo dan Gendra menaiki motornya masing-masing dan langsung melajukan menuju rumah Dery. Sekitar dua puluh menitan mereka telah berada di depan rumah megah dengan cat warna pastel. Dari gerbang rumah ini sudah dapat dipastikan kalau pemilik rumah bukan orang sembarangan.

Gendra langsung meminta ijin pada satpam yang bekerja di rumah itu. Gendra dan Alardo berjalan tegap menuju pintu utama.

Beberapa kali menekan bel namun, tidak ada tanggapan dari pemilik rumah. Satpam tadi bilang bahwa sannya Dery--yang dipanggil tuan olehnya itu-- baru saja pulang dari kantornya.

Gendra menekan bel tidak sabaran. Ini sudah hampir pukul dua belas malam.

"Iyaa tunggu sebentar,"ucap seseorang dari dalam sana.

Setelah membukakan pintu Dery tersenyum licik menatap dua keponakannya itu bergantian. "Ada apa?"tanyanya dengan nada meremehkan

"Mana Alena?"tanya Gendra tegas tapi wajahnya masih berkespresi tenang. Cowok dengan ketampanan berlebih itu sangat ahli dalam mengatur eksprei wajahnya.

"Mana Wulan?" Dery balik bertanya.

Gendra masih tenang di tempatnya sedangkan Alardo sudah mengepalkan tanganya kuat-kuat menunjukan tonjolan urat-uratnya.

"Kamu nggak mau masuk dulu keponakan ku tersayang?"setelah mengucapkan itu Dery terkekeh meremehkan. Gendra masih tidak membuka suara yang dirinya pikirkan hanyalah Alena.

"Saya tau kamu belum siap untuk meberitahu keberadaan ibumu, kan. Nggak masalah, saya akan tunggu kamu untuk memberitahu saya, tapi jangan harap kamu bertemu Alena."

"Sana pulang, anak kecil keluyuran malem-malem,"lanjut om Dery dengan tawa. Gendra mengepalkan tangannya emosi. Setelah beberapa detik om Dery masuk kembali ke dalam rumahnya sebuah pesan masuk keponsel milik Gendra.

Om Dery
Besok saya tunggu kamu di gudang dekat pabrik tua jalan anggrek, keponakan tersayang.

Gendra mengacak rambutnya frustasi. Gendra tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika ada sesuatu hal buruk yang terjadi pada Alena.


***

Semalam Gendra tak tidur sama sekali dan hari ini dirinya tidak berangkat sekolah dengan kata lain bolos.

Sekarang Gendra sedang duduk manis di atas motornya, mengintai gedung tua di depannya itu. Matanya mengarah tajam kearah gedung dengan banyak tumbuhan menjalar yang sudah menghiasi setiap dinding gedung.

Namun, matanya teralih saat sebuah mobil berwarna putih memasuki halaman gedung itu dan keluarlah dua orang yang sangat familiar  bunda Alena serta seorang lelaki dengan badan tegap. Gendra langsung saja menghampiri dua orang itu menyalami keduanya dan meminta maaf atas semua yang terjadi pada Alena.

Arel hanya tersenyum dan mengusap pundak Gendra halus. Dirinya tau ini semua bukan murni kesalahan Gendra. Hanya saja om Dery yang terlalu terobsesi dengan kakak kandungnya sendiri.

Gendra, Arel dan Bambang melangkahkan kaki menuju kedalam gedung yang sudah sangat tua itu. Disana tidak ada siapa-siapa, bahkan Gendra berpikir bahwa dirinya sudah dikelabuhi oleh omnya sendiri. Namun, semua pikiran itu hilang seketika kala tawa menggelegar serta tepuk tangan dari seseorang keluar dari balik tumpukan tong serta kardus-kardus bekas.

Om Dery berdiri dengan tatapan tajam serta senyum mengerikannya. Dirinya berbisik pada bodyguard di sebelahnya dan tak lama setelahnya dari arah belakang om Dery, Alena berjalan dengan kai yang sedikit diseret, baju seragamnya sudah banyak bercak darah, wajahnya sudah banyak luka-luka, tangan terikat, dan di sebelah kanan kiri Alena ada dua orang dengan badan besar mengampitnya.

Melihat keadaan Alena, Arel dan Bambang kaget seketika tak terkecuali Gendra yang sudah mengepalkan tangan kuat-kuat. Semua bodyguard om Dery langsung berdatangan mengeoung tiga orang itu. Gendra menatap mereka semua, jika dipikirkan mungkin Gendra akan kalah telak melihat betapa banyaknya yang mengepung. Tapi, dari arah luar suara deru motor membuat para bodyguard  om Dery langsung menatap kearah beberapa orang anak SMA yang datang dengan gagahnya.

Gendra mengeryitkan dahi, melihat antek-anteknya beserta Alardo datang dengan berjalan tegap menuju mereka. Asrul langsung meminta Arel dan Bambang untuk menjauh karena itu akan sangat bahaya untuk keduanya.

Dengan nada lantang Gendra berkata tegas.

"Serang!"

Mendengar itu semua langsung maju menyerang bodyguard om Dery yang kelewat banyak itu.

Semua menjadi tidak kondusif, namun Gendra serta sahabat-sahabatnya mampu mengalahkan semua bodyguard om Dery.

Saat Gendra serta yang lainnya sedang sibuk melawan bodyguard om Dery. Arel serta Bambang di bawa oleh dua orang dengan tubuh besar dan tegap, menuju sebuah ruangan di gedung itu, disana sudah ada Dery yang duduk manis dengan senyum yang benar-benar mengerikan. Di sebelahnya sudah ada Alena yang tak sadarkan diri.

"Cepat katakan dimana Wulan dan Dharma?"tanya Dery tegas.

Dengan berat hati Arel mengucapkan rahasia yang sudah bertahun-tahun ini dirinya, Sari, Gendra, Alardo, suami Sari serta Bambang sembunyikan.

"Dia ada dimana Dharma dilahirkan,"ucap Arel dengan isakan.

Sejenak Dery berpikir dan kemudian senyum kemenangan tercetak jelas di wajahnya. "Jadi, kalian sembunyi disana."

"Alamat mereka?"

"Aku nggak tau Der, setelah kepergian mereka nggak ada yang tau sama sekali alamat mereka."

Dery mengangguk-anggukan kepala. Kemudian menyuruh dua bodyguarnya itu untuk membawa kembali Arel serta Bambang keluar ruangan.

Perkelahian yang terjadi masih berlanjut namun, hanya tinggal beberapa saja bodyguard om Dery yang masih dapat melawan, lainnya sudah terbaring lemah. Sekarang Gendra yang akan melawan omnya sendiri dan menyelamatkan Alena, gadisnya.





Tbc.



Daffodil123_

GENDRA [END]Where stories live. Discover now