'GENDRA' #14

99 30 3
                                    

ALENA masih terdiam ditempatnya setelah mendengar penuturan Laura tentang foto di nakas kamarnya.

Sahabat?

Panti asuhan?

Alena benar-benar dibuat berpikir keras akan hal itu. Kerutan di dahinya semakin mendalam kala cewek di depannya itu menangis dengan tertunduk, dengan gerakan cepat Alena mengambil sapu tangan di ransel berwarna biru navy miliknya.

"Ni, jangan nangis,"ucap Alena menenangkan. Perasaan bersalah menyerbu hatinya melihat cewek itu yang matanya sudah memerah dan isakannya yang masih terdengar.

Alena mengelus pelan pundak bergetar itu. Mengigit bibir bawahnya merasa frutasi dan bersalah. "Maaf ya, aku cengeng." Laura menghapus air matanya dengan segera menggunakan sapu tangan Alena.

Setelah dirasa sudah tenang Alena memilih terdiam dengan pikiran yang berkecamuk.

"Maaf ya, Ra."

"Nggak papa, kamu gak salah aku aja yang cengeng."

"Jadi, kamu anak panti?" Alena mengigit bibir bawahnya kuat. Bodoh, kenapa otak, hati dan mulutnya tak selaras. Otak Alena menyuruh agar tetap diam tapi hati dan mulutnya berkata lain.

"Iyaa, Len. Dan itu kedua sahabat panti aku,"katanya dengan masih tersenyum dengan mata sayunya. "Aku nggak tau kalau gak ada mereka hidup aku bakal gimana,"lanjutnya. Dia berdiri mendekati nakas dan meraih foto itu kemudian duduk kembali di hadapan Alena.

"Hidup aku yang suram jadi lebih berwarna berkat mereka." Laura menjeda ucapannya. "Aku terlahir tanpa ayah, Len. Ibu aku lebih memilih dunia malamnya ketimbang anak sendiri, waktu usiaku 7 tahun ibu aku nitipin aku kepanti asuhan. Aku merasa, aku bukan dititipin tapi dibuang." Air mata Laura jatuh lagi dengan isakan yang semakin menjadi-jadi. Aduh, bukan ini yang Alena mau. Ia hanya ingin penjelasan tentang Gendra bukan ini maksutnya, Alena merutuk dirinya sendiri.

"Satu tahun di panti asuhan, aku ngerasa beribu-ribu tahun. Kangen ibu tapi gak tau harus nyari kemana. Sampai pada akhirnya tante Sari datang kepanti untuk jadi relawan dan dia bawa anak kembaranya Gendra sama Al,"lanjutnya membuat Alena mengeryitkan dahi dalam, kembaran? Apalagi ini. Alena semakin pusing memikirkannya.

"Gendra itu anak baik banget, dia tumbuh jadi cowok tampan dan pendiam. Tapi kalau kembarannya si Al, urakan nakal lagi." Saat mengatakan itu Laura sedikit terkekeh, tapi dengan cepat raut wajahnya berubah seketika. "Gendra meninggal gara-gara aku, Len. Aku buat dia meninggal. Kalau aja aku gak ikut om Dery untuk jadi anaknya mungkin sekarang Gendra masih disini nemenin aku. Tante Sari marah sama aku karna buat anaknya meninggal dunia, Len."

"Dan kalau aja aku nggak ikut Om Dery, mungkin aku masih Virgin sekarang,"ujar Laura dengan tangis yang makin menjadi-jadi.

Alena terdiam tak bisa berkata apa-apa lagi. Alena ikut terbawa suasana, matanya berkaca-kaca dan setelahnya air itu lolos keluar. Alena menarik Laura kepelukannya mengusap punggung cewek itu lembut.

Tak lama tangis Laura terhenti karna suara deringan ponselnya di saku baju rumah sakitnya. "Maaf, Len. Bentar ya,"ujar Laura meminta ijin mengangkat panggilan di ponselnya.

Setelah mengatakan 'Halo' raut wajah Laura berubah seketika dan matanya menatap Alena melotot. Alena mengangkat alisnya, heran. Laura mematikan panggilan itu sepihak, dan dengan cepat menyuruh Alena bersembunyi di toilet.

Alena hanya menurut saja, dirinya meraih tas ranselnya serta dengan cepat menuju toilet untuk bersembunyi. Tak berapa lama seorang masuk dengan buket bunga di tangan kirinya, Om Dery dengan senyum miring menatap Laura.

"Apa kabar sayang?"ucapnya dengan mengelus pipi putih cewek itu. Tangannya turun menggenggam tangan Laura, walau dengan cara halus sekalipun tetap saja Laura merasa jijik dengan lelaki paruh baya itu.

"Kamu gak usah takut,"ucap pria paruh baya dengan jas berwarna hitam itu. Om Dery memajukan wajahnya mencium pipi Laura dan turun keleher cewek itu. Laura tidak bisa berontak karena takut jika dirinya disiksa lagi oleh pria bejat di depannya itu. Matanya memanas, dan berharap omnya tidak mengetahui keberadaan Alena, sahabat barunya.

Laura sedikit mendorong bahu om yang berstatus sebagai ayah angkatnya itu pelan karena merasa risih. "Kamu berani sama saya?!"

"Maaf om,"ucap Laura takut.

"Kamu itu cantik, tapi masih cantik Wulan."setelah mengatakan itu om Dery terkekeh.

Om Dery melanjutkan aktifitas menciumi Laura, membuat Laura bertambah jijik, sayangnya dirinya hanya bisa diam tanpa mau melawan.

Alena membekap mulutnya melihat kejadian itu dari celah pintu toilet yang terbuka sedikit. Mata Alena sudah berkaca-kaca dan beberapa detik kemudian air matanya lolos keluar mengalir deras membasahi pipinya.

Alena memundur perlahan tidak mau melihat adegan menjijikan yang dilakukan pria bangsat itu.

Ahh, sepertinya ini bukan hari yang baik untuk Alena. Ia tak sengaja menyengol gayung dan membuat gayung berwarna putih itu terjatuh, suara yang terbentuk dari gayung yang menyentuh lantai itu membuat jantung Alena berdetak tak karuan.

Dan, setelahnya pintu toilet yang terbuka menampakan sosok pria paruh baya yang sudah di cap bangsat oleh Alena menatapnya menyeringai.


***



Seorang berjas hitam dengan kaca mata hitam pula mengendong seorang wanita bertubuh mungil. Ya, Alena di bopong seperti karung oleh bodyguard Om Dery yang bertubuh tegap, besar. Alena pingsan setelah pukulan keras mengenai leher belakangnya.

Sedangkan Laura hanya bisa menangis sambil sesekali menjambak rambutnya, di kamar. Laura masih tersungkur di lantai setelah tadi Om Dery mendorongnya untuk menjauh, kira-kira seperi ini kejadian tadi.

"Om, jangan ganggu dia, dia temen Laura." Tanpa mau mendengarkan permohonan Laura om Dery malah mendekat kearah Alena yang sudah menangis dan tubuhnya yang bergetar takut, dengan gerakan cepat om Dery memukul leher bagian belakang Alena. Langsung saja Alena tersungkur pingsan.

Om Dery memanggil bodyguarnya yang berjaga di luar kamar itu menyuruh membopong cewek dangan surai sepinggang dan sedikit berwana keabu-abuan itu.

Mengetahui akan terjadi hal buruk Laura langsung menarik lengan om Dery. "Jangan, om."

Dery hanya terkekeh kemudian mendorong tubuh lemah Laura. "Ingat ya Laura, kamu itu hanya pemuas nafsu saya, jadi jangan membangkang,"ucapnya tegas.

Seperti itulah sekiranya kejadian di kamar Laura tadi.

Sekarang Alena telah di kedalam mobil om Dery dan mobil itu melaju meninggalkan rumah sakit.

Alena masih belum sadarkan diri, matanya masih setia terpejam. Dan tidak tau kapan akan terbuka.






Tbc.




Daffodil123_

GENDRA [END]Where stories live. Discover now