11 || Care

1.9K 141 2
                                    

Seharusnya kemarin Agnan tidak menuruti kemauan Icha untuk makan seblak pedas itu. Pagi ini perutnya terasa melilit, dia juga sudah beberapa kali bolak-balik ke toilet.

Gita-- Sang Bunda menyarankan supaya Agnan tidak usah sekolah hari ini. Dan dengan senang hati Agnan menerima saran dari bundanya.

"Kamu makan dulu, ya. Abis itu minum obatnya." Gita meletakkan nampan berisi semangkuk bubur juga segelas air mineral di meja belajar Agnan. Wanita itu juga meletakkan beberapa bungkus obat yang ia beli di apotek tadi.

Agnan yang sedang bergelung malas di dalam selimutnya hanya bergumam tidak jelas. Bibir pemuda 16 tahun itu tampak pucat.

"Sumpah ya, Bun. Agnan kesel banget sama Icha."

"Nggak boleh nyalahin Icha. Seandainya kamu nggak makan, Icha pasti nggak bakalan apa-apa juga."

Gita memang sudah mengetahui apa yang menyebabkan Agnan sakit perut pagi ini. Apalagi kalau bukan seblak yang ia makan kemarin bersama Icha.

"Dia maksa, Bunda! Gimana Agnan nggak makan!" ujar Agnan kesal sendiri.

Gita hanya menggelengkan kepalanya. Sudah biasa mendengar Agnan dan Icha berselisih.

"Yaudah sih, kamu mending makan dulu. Abis itu istirahat," titah Gita sekali lagi yang hanya diangguki Agnan.

Setelah Gita keluar dari kamarnya, Agnan bergegas bangkit dari ranjang king sizenya. Baru saja tangan cowok itu meraih mangkuk bubur di meja belajarnya, perutnya terasa bergejolak.

"Argh, tai!" umpatnya pelan, lalu meletakkan kembali mangkuk bubur itu. Dengan gerakan kilat, Agnan berlari masuk ke kamar mandi yang untungnya ada di dalam kamarnya.

Sekitar sepuluh menit, Agnan keluar dari kamar mandi dan cukup kaget akan kehadiran sesosok makhluk di kamarnya.

"Ngapain lo?" tanyanya saat ia sudah duduk di pinggir ranjang. Menatap ke arah Icha yang tampak santai di kursi meja belajarnya.

"Nemenin lo," jawab Icha kelewat santai.

Agnan sontak saja mengerutkan keningnya, tampak tidak percaya dengan apa yang Icha baru saja ucapkan.

"Nggak sekolah?" tanya Agnan lagi.

Icha menatapnya sarkas, "Ya, menurut lo aja gimana. Gue ada di sini nggak pake seragam sedangkan udah jam delapan lewat."

Agnan menatap penampilan Icha. Cewek itu memang hanya memakai baju terusan berwarna merah maroon. Rambutnya pun hanya dicepol asal-asalan.

"Kenapa nggak sekolah? Lo sakit?"

"Elo yang sakit, dan gue temenin."

"Gue kan nggak minta ditemenin."

"Gue yang mau."

Agnan semakin bingung saja. "Coba deh lo jelasin kenapa harus nemenin gue?"

Terlihat Icha menghembuskan napasnya pelan. Tampak sedikit kesal karena Agnan tidak cepat tanggap apa maksudnya.

"Tadi Tante Gita bilang kalo lo lagi sakit dan minta gue buat bilangin ke wali kelas. Tante juga bilang kalo lo sakit perut terus mencret-mencret abis makan seblak kemarin. Yaa ... karena gue adalah manusia yang punya hati sesuci anak yang baru lahir, jadilah gue di sini nemenin lo. Itung-itung sebagai permintaan maaf udah maksa lo kemarin."

Speechless. Agnan sedikit tidak menyangka Icha masih memikirkan dirinya. Dia pikir gadis menyebalkan ini tidak akan peduli dia sakit atau tidak.

"Gue jadi terharu, sampe absen buat nemenin gue. Thank you for my girlfriend," ucap Agnan sembari tersenyum manis.

"Norak! Seandainya gue jahat ya, Nan, gue gak bakalan ada di sini."

All About Us [Terbit]Where stories live. Discover now