Jalan Masing-Masing.

2.3K 196 23
                                    

Sekitar satu bulan berlalu, aku dan Nata benar-benar tidak berhubungan sama sekali. Aku mencoba teguh pada pendirian, ini pilihanku. Aku yang meminta untuk masing-masing dari kami istirahat.

Yang aku dengar, bulan ini merupakan bulan pembukaan pendaftaran dan beberapa tes untuk akademi militer. Tapi aku juga tidak tau pastinya. Minggu depan kelas 10 dan 11 akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Fokusku hanya disana saat ini.

Setelah membersihkan kelas, menyusun bangku dan meja menjadi 5x6, lalu mengambil kartu ujian. Kami semua dipulangkan lebih cepat dari biasanya.

Jelas tidak ada yang bisa menjemputku jika pulang jam segini, tapi entah mengapa mataku menatap satu mobil yang menjadi familiar karena akhir-akhir ini selalu terparkir di depan pohon yang ada di seberang sekolah.

Aku menghela nafas sejenak, seolah paham langsung berjalan menuju mobil tersebut.

"Tau aja gue gak dijemput," ujarku begitu masuk ke dalam mobil.

Reno.

Benar, sejak hari itu intensitas Reno bertemu denganku semakin sering. Dia selalu tau kapan aku tidak dijemput, dia sering ke rumah mengajakku sekedar duduk di bangku taman. Dan lagi, seolah dia paham dan ingin menggantikan posisi Nata...

Dia selalu memilih hari sabtu.

Jujur aku takut, aku takut sabtunya Nata Dara benar-benar akan menghilang. Ah Nata, nyatanya aku tidak pernah seharipun melupakan dia, seribet apapun urusanku dengan tugas, sesibuk apapun aku dengan teman-temanku, tetap Nata akan terlintas setidaknya sepuluh menit sebelum aku mulai tertidur.

"Yah ni anak bengong! Woi!" Teguran Reno menginterupsi sedikit sesi melamunku.

"Kagak elah!"

"Mau langsung pulang atau jalan dulu nih?" Tanyanya.

"Pulang aja, orang mau ujian kok diajak jalan!"

Dia tertawa singkat lalu benar membawaku pulang. Hari ini dia menurut, tapi biasanya tidak pernah.

Ada satu hal yang cukup mengganggu saat ini. "Apa kabarnya?" Aku tau aku tidak benar-benar baik. Rasa rindu kerap kali menyerang hingga rasa sakit tidak bisa ditahan.

Sering kali, malam hari aku menangis hanya karena mendengar beberapa lagu yang biasa dia nyanyikan. Aku belum pernah bercerita kalau Nata memiliki suara yang merdu.

Flashback

Hari ini tanggal merah, otomatis aku tidak bertemu dengan Nata. Tapi lucunya, Nata sedari tadi bertahan menghubungiku. Meski yang terdengar hanya keheningan karena Nata di kamar mandi, atau aku yang tiba-tiba dipanggil Bunda, sambungan tidak terputus.

Lucu memang, sudah seperti bucin saja.

Siang harinya, Nata berkata akan menyanyi untukku. Aku tertawa tidak mempercayainya.

"Emang kamu bisa nyanyi?" Tanyaku.

"Kamu aja yang nggak tau," sudah mulai terdengar petikan gitar asal-asalan.

"Iya kan kamunya gak pernah nyanyi di depan aku, kamu dong yang salah."

Nata tidak lagi menjawab, petikan gitarnya mulai berirama.

"Kita tumbuh... Dan bersenyawa...

Mendekap dan mendekat dalam jiwa...

Bersamamu tak mungkin keliru, yang bahagiakan kita berdua...

Sampai tua..."

Aku tersenyum bahagia mendengar suaranya. 'Tak mungkin keliru' iya, aku ingin sekali mengatakan padanya kalau aku tidak pernah keliru dengan rasa yang aku punya untuknya. Tapi aku selalu keliru mengartikan hubungan yang sedang kami jalani.

BAMANTARAWhere stories live. Discover now