Pacar?

2.2K 220 4
                                    

Untuk apa sebuah hubungan jika sedari awal saja sudah tidak dilandasi dengan sebuah kepercayaan?

Untuk apa ikatan jika yang sedari awal bersama saja bisa timbul pengkhianatan?

Untuk apa rasa jika sedari awal saja sudah membuat luka?

Untuk apa bersama jika sedari awal saja aku dan kamu tidak pernah bertemu menjadi kita?

***

"Eh Nata?"

Suara ayah menyadarkan semuanya, pria jangkung yang ada di depan rumah kami saat ini adalah Nata. Nata dengan sepeda motornya serta setelan baju olahraganya yang aku hapal. Sepertinya dia langsung kesini setelah lari pagi. Tidak penting.

Dia mendekat lalu menyalami punggung tangan ayah dan bunda. Abang dan kakak ternyata lebih memilih langsung masuk ke rumah mengabaikan sosok pria yang membuat adiknya kecewa. Tadi mereka sempat menarik tanganku namun di cegah oleh bunda. Bagi bunda, masalah sekecil apapun harus diselesaikan.

"Ayo nak, masuk." Ajak bunda diikuti oleh anggukan ayah.

"Nata ingin berbicara dengan Dara, Bun." Ujarnya seperti meminta izin.

"Iya boleh, ayo masuk dulu." Aku menghela nafas, sungguh aku sedang tidak dalam keadaan yang baik untuk membicarakan hal ini.

"Di sini aja!" Titahku begitu tiba di teras rumah.

"Loh kok gak di dalem?" Tanya Ayah begitu mendengar permintaanku.

"Gapapa Yah, di sini saja." Aku memandang Nata yang menyetujui dengan mudah.

"Yasudah, mau minum apa Nata? Biar Bunda buatin."

"Gak usah Bun, Nata cuma mau bicara sama Dara."

Setelah ayah dan bunda masuk, aku duduk di salah satu kursi teras yang diikuti oleh Nata. Aku tau sedari tadi dia memandangku, tapi aku mencoba mengabaikannya.

Aku hanya merasa semuanya terlalu cepat, aku butuh waktu. Gak mungkin aku bisa bersikap baik-baik saja setelah kejadian tadi malam. Ini bahkan belum dua puluh empat jam!

"Dara," panggilnya lirih. Sungguh aku tidak ingin menghadapinya saat ini.

"Maaf," lanjutnya.

Aku menghela nafas sejenak, "Tidak ada yang perlu dimaafkan, memang dari awal seharusnya tidak ada yang memulai lebih dan tidak ada yang berharap lebih."

Aku kira dia akan menerima saja apa yang aku katakan nyatanya tidak. "Nggak Dar, aku salah, aku-

"Apa kesalahan kamu, Aldi?" Sikapku berubah dingin, tidak lagi memanggilnya 'Nata'.

"Nata, Dara! Nata!" Ujarnya seolah memohon. Aku tidak menyangka panggilan seperti itu terasa begitu penting.

"Apa kesalahanmu?" Aku mengabaikannya.

"Aku-aku...-"

Yang salah memang bukan dia, tapi hubungan kami. Aku tau itu. "Kamu saja tidak tau apa kesalahanmu lalu mengapa meminta maaf?"

BAMANTARAWhere stories live. Discover now