Farewell Party

2.3K 207 7
                                    

Hari ini adalah hari perpisahan siswa kelas 12. Aku tidak menyangka sudah secepat ini, setelah hari ini aku tidak lagi bisa melihat Nata di kantin sekolah ataupun lapangan bola seperti biasanya. Acara kali ini diselenggarakan di salah satu ballroom hotel yang cukup terkenal. Siswa kelas 10 dan 11 tidak diundang ke acara tersebut, namun Nata memaksaku datang sebagai pendampingnya.

Ah pendamping tanpa kejelasan. Sebenarnya aku sudah malas membahas hal ini, aku kini lebih memilih berjalan mengikuti alur yang dia buat. Ya begitulah.

"Nanti dampingi aku ya?" Ajaknya ketika aku menemaninya memangkas rambut.

Rambutnya sedikit ditata dengan mode lelaki zaman sekarang. Ah dia semakin tampan, mengapa aku bisa begitu menyukainya?

"Males ah, aku kan gak diundang."

"Tapi kamu dampingi aku, banyak kok yang lain pacaran sama adik kelas trus mereka pada ikut."

"Tapi kan kita gak pacaran, hehe." Aku berlalu dari hadapannya, aku melihat wajah kagetnya ketika spontan saja mulutku mengucap.

"Dara!"

"Iya iya aku temani!" Aku memilih mengabaikannya yang sedang membayar jasa pangkas dan memilih berjalan lebih dulu menuju motornya.

"Kamu ngambek?"

"Apasih, gak ada yang ngambek juga. Ayo cepat nanti kamu telat, aku kalau dandan lama!"

"Nggak usah dandan, kamu udah cantik."

"Gombal! Dah ah ayo."

Dia naik ke atas motor begitu pula denganku. Aku melingkarkan lenganku di pinggangnya. Dulu, saat pertama kali aku memberanikan diri untuk selalu memeluknya diatas motor, dia kaget. Tapi kini tidak lagi, mungkin sudah terbiasa. Bahkan sempat-sempatnya tanggannya mengusap-ngusap tanganku yang melingkari tubuhnya.

"Kamu selalu takut jatuh?"

"Nggak, pengen peluk aja."

Dia tertawa, tawa ringan yang aku yakini saat ini menambah ketampanannya berkali-kali lipat.

"Kamu boleh boncengin cewe lain naik motor tapi jangan bolehin mereka peluk kamu! Kecuali mama sama kakak kamu!" Ujarku tiba-tiba yang malah membuatnya semakin tertawa.

"Kamu kok posesif sih?"

"Biarin aja, kalau kamu gak nurut aku gak mau diboncengin kamu lagi apalagi pakai peluk-peluk gini, ogah!"

"Iyaya tuan putri, hamba turuti permintaannya."

Kini aku diam, diapun begitu. Menyandarkan kepalaku ke pundaknya tapi sayang terhalang helm yang akhirnya malah membuatku kesal sendiri.

Jika tidak ada helm, cobalah bayangkan betapa nikmatnya bersandar di bahu nan kokoh itu.

Sesampainya di rumah, aku menawarkannya masuk terlebih dahulu namun ditolak.

"Aku langsung balik aja ya, takutnya telat. Aku jemput kamu pukul 7, oke?"

"Iya hati-hati."

Aku melambaikan tanganku padanya lalu bergegas masuk ke kamar. Tumben sepi, yasudahlah.

Waktu menunjukkan pukul 3.30 sore. Artinya sebentar lagi.

"Bundaaaa!" Teriakku memanggil Bunda ratu.

"Apasih kamu teriak-teriak!"

Aku merengut, pasalnya ini hari libur tapi mengapa rumah sepi?

"Kakak mana?" Aku butuh si cantik Lia untuk mendandaniku.

BAMANTARAWhere stories live. Discover now