Farewell Party(2)

2K 205 16
                                    

Rea mendekat ke arahku, "jadi, mengapa adik kecil ini berada di acara kita?"

"Menurut kakak, kenapa adik berada disini?"

"Woaaa Dara, gue suka gaya lo!" aku tidak tau siapa yang mengatakannya, yang jelas aku tau maksudnya. Aku tidak suka melawan orang seperti ini, dan lagi kenapa Nata selalu hanya diam jika sudah bersangkutan dengan Rea.

"Seharusnya lo sadar diri, tempat lo bukan disini!" Rea berbisik padaku lalu langsung berdiri di samping Nata.

"Di, ayo!" Dia menggandeng tangan Nata lalu mengajaknya pergi menjauh dari tempatku.

Aku cemas, aku takut Nata menurutinya.

"Sorry Re, gue ke sini ngajak Dara jadi gak mungkin gue tinggalin dia. Lo sama Reno aja tu, kayanya Reno tadi tertarik sama lo!" Aku gak nyangka tapi juga senang, dia memilih lebih bersamaku, hehe.

Aku kembali menegakkan kepalaku, memasang wajah angkuh dan melihat kearah Rea dengan senyum mengejek.

Dengan tidak lagi mempunyai rasa malu, aku mengaitkan tangan ke lengan Nata.

"Tapi Aldi-

"Udah deh Re, lo dari dulu gak bisa ngelepas Aldi. Aldi tu udah gamau sama lo!"

"Nggak-nggak!"

Aku bingung, mengapa Rea jadi histeris seperti ini?

Sungguh, aku terkejut.

Kaitan tanganku dan tangan Nata terlepas.

Tidak ku sangka, Nata langsung beralih memeluknya, memeluk Rea yang entah mengapa tiba-tiba histeris seperti itu. Ini situasi yang asing untukku, pikiranku mendadak kosong.

Aku diam ditempatku, menyaksikan orang yang aku sayang sedang merengkuh tubuh perempuan lain dengan lembut. Rea menangis disana, dan aku tidak tau penyebabnya.

Sebenarnya tidak hanya Nata, tapi temannya yang lain ikut menenangkannya. Tapi mengapa Nata harus memeluknya?

Aku abaikan mereka, selangkah demi selangkah aku mundur lalu berlari keluar secepat mungkin.

Sial! Nata menyadarinya.

"DARA!"

Aku mengabaikannya, aku tidak bisa menghadapinya dalam kondisi bingung seperti ini.

Nyatanya aku tidak pernah kuat dalam hubungan seperti ini. He said this is comitmen, but i can't fix it to feel okay. Hari-hariku yang diisi ketakutan, hingga hari ini aku yang sangat ingin marah padanya pun tidak bisa.

Aku siapa?

Aku siapanya?

Aku siapanya dia?

Tidak tau.

Tidak ada yang tau.

"Dara!" Sekuat apapun aku berlari, dia masih bisa menggapaiku. Tapi ketika dia berlari, aku tidak pernah bisa menggapainya.

Aku diam, membiarkan tanganku yang sudah diraihnya, aku tidak berani menatapnya karena ku tau mataku kini sedang memerah menahan tangis sejak tadi.

Aku lelah menangis dan aku lelah menghadapi ini.

Aku sayang padanya dan aku takut kehilangannya.

"Hey, kenapa?" dia menaikkan daguku hingga mata kami bertemu. Disaat itu juga aku menangis, menangis karena merasa tidak sanggup jika harus kehilangannya tapi juga terlalu lelah jika terus bersamanya.

Dia mengusap air mata yang turun dengan sapu tangannya. "Merah-merah di pipi kamu nanti hilang trus pindah ke hidung kalau kamu nangis gini."

"Aku salah lagi, maafin aku udah buat kamu nangis lagi."

BAMANTARATahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon