ISTD 39

9.6K 723 103
                                    

Yayasan yatim piatu, 1999.

"Oris!" seruan nyaring menggema di dalam ruangan yang di isi beberapa ranjang. Arcylic berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan besar yang di tiduri beberapa anak laki-laki.

"Di mana Oris?!" wajah Arcylic merah padam, menatap beberapa anak yang sebelumnya bersiap tidur. "Kalian tidak dengar aku?" nafas Arcylic memburu, ia menggepalkan kedua tangannya. "Cepat katakan di mana Oris!"

"Arcy..." suara yang berasal dari arah belakang itu berhasil membuat Arcylic memutar tubuhnya, di ambang pintu, berdiri Oris dengan ekspresi takut, "...ma,maaf, Aku tidak bermaksud, tapi aku benar-benar tidak bisa makan makanan siangnya Arcy, tidak ada daging di sana..."

"Dasar bodoh!" umpat Arcylic, ia berjalan mendekati keberadaan Oris, "kau tidak boleh seperti itu! Kalau kau tidak makan siang, kau bisa sakit!" ucapnya memeluk Oris,

"Maaf..."

Arcylic tak merespon, "Oris..." bisiknya pelan, "kau tidak bilang siapa-siapa kalau selama ini kau hanya makan daging mentah, 'kan?" lanjutnya tak kalah pelan, ucapan Arcylic barusan membuat Oris tertegun. Ia tak langsung menjab.

"Kan? kau tidak bilang, kan?" Arcylic mengulangi ucapannya.

"Ti,tidak..." jawab Oris ragu.

Mendengar jawaban Oris membuat Arcylic tersenyum, ia melepas pelukannya, "baguslah... Oris pintar, jangan sesekali beritahu siapapun ya... Nanti kita di usir dari sini." Tangan Arcylic mengusap rambut hitam Oris, senyuman yang terpasang di wajahnya tampak aneh, dan Oris tak menyukai itu.

"Baiklah..." Oris berucap pelan, Arcylic melebarkan senyumannya, "sebagai gantinya... Ayo ikut aku, kau lapar bukan?"

Oris hanya mengangguk, ia mengikuti langkah Arcylic yang menarik tangannya. Mereka sampai di halaman belakang, dengan sangat hati-hati, mereka merangkak di antara semak-semak yang cukup tinggi.

"Kita mau kemana, Arcy?" tanya Oris penasaran, keadaan sekitarnya gelap. "Tentu saja makan malam Oris, aku menyembunyikan dombanya, supaya tidak di ketahui madam... Ayo, dia ada di ujung sana." Oris memurungkan ekpresinya, perasaan anak yang baru berumur enam tahun itu tak enak. Mereka sampai di ujung semak, terdapat seorang anak perempuan yang diikat di sebuah pohon besar. Mulut anak malang tersebut di sumpal menggunakan kain tebal.

"Lihatlah... Bukankah ini lumayan?" tanya Arcylic sambil tersenyum, ia menatap Oris yang masih dengan wajah murungnya. Melihat reaksi Oris yang tampak tak suka membuat senyuman Arcylic surut, "ada apa Oris, kau ingin mengatakan sesuatu?"

"...k,kasihan." gumam Oris,

Arcylic tak menjawab, ia membawa pandangannya ke arah anak gadis yang menatap mereka dengan tatapan takut. Sedetik kemudian ia berjongkok, menjangkau sebuah batu berukuran sedang dari atas tanah.

"Ini..." ucap Arcylic seraya memberikan batu tersebut kepada Oris, "pukul kepalanya dengan batu ini sampai mengeluarkan darah..." Oris mendongak saat mendengar perintah kakaknya, "Arcy..." Gumamnya tak percaya,

"Kau tidak mau?" Arcylic mengangkat batu itu ke atas kepalanya, "kalau begitu... Aku saja yang mati, bagaimana?" wajah Arcylic yang terkena sinar redup dari bulan tampak tak memasang ekspresi apapun.

Oris tak menjawab, airmatanya menganak sungai, ia menoleh gadis kecil yang terikat dan Arcylic secara bergantian.

Bugh!

Mata Oris membesar saat melihat Arcylic memukul kepalanya sendiri, "Arcy jangan!" larang Oris, ia mendekat, mencoba merebut batu yang berada di dalam genggaman Arcylic, "jangan pukul kepalamu... Nanti kau seperti ibu." Tuturnya sambil menangis, Arcylic sama sekali tak merespon, ia bungkam, mendengarkan isakan Oris yang memeluk pinggangnya dengan erat.

I SAW THE DEVIL ✔ (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang