DIARY RISA - 41

600 46 11
                                    

Terkadang, rasa takut itu menyesatkan.

Alexandrine Parisa

-DIARY RISA-

Risa memandang jalanan yang ada dibawah. Suasana yang benar-benar membuatnya bisa merasa nyaman saat ini, sendirian.

Yap! Risa tidak pergi jauh dari rumah sakit ketika tadi meminta izin keluar dari ruangan. Dia hanya tidak mau pembicaraan orang-orang itu membuatnya ketakutan. Karena sampai saat ini, saksi kunci tentang Kris adalah dirinya.

Risa menutup matanya perlahan, menenggelamkan rasa takutnya bercampur dengan perih.

Ingatan demi ingatan itu menusuknya, seolah mencarinya dari masa lalu. Seolah mengejarmya tiada henti. Itulah yang Risa takutkan, masa lalu yang belum bisa meninggalkannya.

Riaa menghela napas pelan sambil membuka matanya. Suasana sudah hampir malam, senja. Mungkin tidak ada yang tahu bahwa dia disini, lebih baik seperti itu. Risa tidak bisa bertemu dengan orang-orang dulu, dia tidak ingin dikekang masa lalu.

Ponselnya berdering, nama Rival muncul dilayar ponselnya. Risa tidak berniat mengangkat telpon dari Rival, dia butuh kesendirian.

Ponsel Risa tidak berhenti berbunyi. Nama yang sama, Rival. Menelponnta berkali-kali. Enggan sekali rasanya Risa menjawab telponnya, sejenak. Risa memandangi cincin yang diberikan Rival, bisakah Rival memegang janji-janjinya? Bisakah Rival menjaganya kali ini? Benar-benar menjaganya?

Drrrt!

Ponsel Risa akhirnya mati. Mungkin kehabisan batere. Risa menghela napas panjang. Lengkap sudah kesendiriannya sekarang.

Risa merenung, cukup lama. Merasakan kesendirian yang dia harap bersifat sementara.

Ya, sementara.

-DIARY RISA-

Rival menghela napas kasar sambil bolak balik di koridor rumah sakit. Menunggu Risa. Sedari tadi dia mencoba menelpon Risa namun ponselnya tidak aktif. Astaga! Kemana gadis itu? Rival takut terjadi apa-apa dengan Risa mengingat sekarang Risa adalah buronan penjahat.

"Ahhh!" Pekik Rival tidak peduli dimana dia berada sekarang.

Kanay mendekati Rival, mencoba menenangkan.

"Val, jangan khawatir kayak gini dong. Kita bisa cari sama-sama kemana Risa pergi. Mama yakin dia nggak jauh dari rumah sakit."

"Tapi ma, Risa itu sekarang buronan penjahat. Rival nggak mau dia kenapa-kenapa ma."

Kanaya mengangguk paham apa yang dirasakan oleh Rival saat ini.

"Ini udah jam 8 malam dan Risa belum balik juga?" oceh Rival kesal. Gadis itu selalu membuatnya khawatir.

Ting!

Pintu lift terbuka. Rival dan Kanaya kompak melihat kearah lift. Rasa lega akhirnya muncul di benak Rival ketika Risa berada didalamnya dan keluar berjalan menuju mereka.

Tanpa pikir panjang Rival langsung berjalan kearah Risa dan memeluknya sangat erat membuat Risa kesulitan bernapas. Risa tidak membalas pelukan Rival karena dia bingung dengan Rival.

"Lo kemana aja sih! Tau nggak lo udah bikin gue dan yang lainnya panik!"

"Val, gue nggak bisa napas!" ucap Risa dan Rival segera melepaskan pelukannya.

"Maaf maaf. Gue khawatir banget soalnya."

"Gue nggak kenapa-napa kok, gue barusan dari atas. Gimana papa lo?"

DIARY RISA [COMPLETED✅] [REVISI]Where stories live. Discover now